Sunday, December 11, 2011

Cinta, Impian, dan Perjalanan (part # 3, habis)

Impian

Rumahku Rumah Impian

Kubangun dengan mimpi-mimpi

Di dalamnya anak-anak mengaji

Yang rindu akan pelangi

 

Rumahku Rumah Impian

Kubangun dengan mimpi-mimpi

(Prasasti Rumah Impian, 2006)

 

Perut keroncongan. Orang-orang berhamburan. Selesai sudah hari ke-2 pelatihan. Bulan bintang menyinari kami mujahid perang. Aku masih merasakan “jalan-jalan” ke neraka. Sementara temanku sembab matanya. Oh Tuhan ijinkan kami meninggalkan dunia ini khusnul khotimah. Terlalu pedih. Tak bisa kami menanggung adzab-Mu. Lindungi kami. Lindungi kami. Bulan bintang jadi saksi do’a kami malam itu.

 

Malam ke-3 kami bermalam di masjid. Supaya bisa menghemat pengeluaran. Dan paling penting agar tubuh ini bisa beristirahat lebih lama. Aku dan kawan temanku menyantap nasi goreng. Sementara temanku sendiri lebih memilih terlelap di sudut masjid. Sepasang suami istri penjual nasi goreng ternyata pernah berdagang di Ciroyom. Jadilah kami mengobrol “ngalor ngidul” sambil menyantap nasi goreng sederhana nan lezat. Nasi goreng selesai disantap. Tak lupa kami memesan satu porsi untuk temanku yang sudah terlelap.

 

Lampu masjid sudah dimatikan. Para musafir seperti kami sudah larut dalam mimpinya. Di bawah masjid orang-orang masih mendekor untuk walimah esok hari. Meja ijab kabul yang dipakai walimah tadi pagi pun belum disingkirkan karena esok masih ada hajatan serupa. Dalam gelapnya masjid aku masih bisa melihat meja itu. Dan tiba-tiba aku teringat bapak-bapak berjenggot bak Bang Rhoma. Bidadari sorga. Bidadari sorga. Lantas aku mengambil wudhu. Lalu memanjat do’a: meminta bidadari sorga.

 

Esok adalah hari terakhir. Sayang rasanya kalau dilewati dengan ngantuk seperti hari ini. Bergegas tubuh menuju sudut masjid. Beristirahat. Sebelumnya aku sempat memikirkan tugas yang harus aku kerjakan untuk esok hari: menuliskan ultimate goal. Akhirnya aku sepakat untuk menuliskan ultimate goal yang lebih berhubungan dengan nilai materi. Karena memang dari keempat nilai yang kami pelajari di pelatihan hari ke-2 ini, nilai materi lah yang masih kurang. Sementara nilai kemanusiaan, moral, dan spiritual insya Allah dapat terjaga, asalkan dapat menggenggam kuncinya. Yaitu: selalu dekat dengan-Nya.

 

Inilah ultimate goal yang aku tulis:

Alhamdulillah..., aku bersyukur pada-Mu yaa Allah, karena Engkau telah menjadikan diriku sebagai:

1.        THE WORLD CLASS Meaningful Motivator

2.        Penulis MEGA Best-Seller Internasional

3.        Orang KAYA RAYA dan DERMAWAN seperti Abdurrahman bin Auf

 

Aku punya impian membangun Rumah Impian. Maka aku harus kaya raya. Oleh karena itu, aku pun menulis 2 kondisi ideal diriku yang berhubungan dengan kaya raya. Inilah kondisi ideal diriku selengkapnya. Alhamdulillah..., aku bersyukur pada-Mu yaa Allah, karena kini aku menyadari bahwa Engkau telah menciptakan diriku sebagai:

1.        MONEY Magnet

2.        PEOPLE Magnet

3.        Laki-laki yang selalu dapat MELINDUNGI dan MEMBUKAKAN jalan bagi wanita

4.        Manusia IKHLAS

5.        Manusia yang selalu TAKUT kepada Allah Swt.

 

Tak Akan Berhenti

Aku manusia pejalan

dari kemarau ke bulan

melepas fajar menanti senja

mengejar bayanganku sendiri

 

“Jangan tinggalkan rumah,” kata Ibu

karena di sana aku lahir, besar,

dan mimpi-mimpi

tapi aku. Lompati pagar

aku ikuti jalan raya

memilih barat ketimbang timur

hanyut di sungai, terapung di lautan,

terkapar di jalanan

 

aku lelaki pejalan

tak tahu kapan mesti berhenti

(Heri H. Harris)

 

Uang semakin menipis. Angin pagi menyaksikan kami yang hanya menyantap gorengan. Lumayan. Daripada tanpa makanan sama sekali. Di hari ke-3 akhirnya cita-citaku tercapai: duduk ditengah! Karena selama 2 hari yang lalu kami selalu duduk di bagian pinggir. Kenapa di tengah? Karena lebih sejuk. Itu saja.

 

Tapi kesejukan itu dikagetkan dengan cairan kuning nan lembek yang bersarang di rambut sebelah kiriku. Temanku yang memberi tahu saat senam pagi yang membahana luar biasa. Cairan kuning nan lembek itu pun berbau tak sedap. Inikah pertanda ultimate goal aku segera tercapai? Loh apa hubungannya. Nggak ada. Iseng aja. Temanku membantu membersihkan "pertanda" di pagi hari itu. Lantas kemudian aku terbirit ke toilet membasuh dengan air suci.

 

Pada kesempatan kali ini aku hanya ingin bercerita:

Ada 2 pemuda mencintai seorang Putri. Dua orang pemuda mirip satu sama lain. Ganteng. Berpendidikan. Serta sudah bekerja. Kemudian mereka melamar sang Putri.

 

Tok tok tok. Pemuda pertama mengetuk pintu. Pintu dibuka. Disambutlah ia oleh Ayahanda sang Putri. “Assalamu’alaikum...” ucapnya santun.

 

“Wa’alaikumsalam... Eh nak Bobi, silahkan masuk.” Balas sang Ayah. Akhirnya pemuda pertama yang diketahui bernama Bobi itu dengan wajah malu-malu masuk, kemudian duduk di sofa ruang tamu.

 

“Kami sudah mengetahui maksud kedatangan nak Bobi... ingin melamar Putri toh?” sang Ayah berceletuk.

 

Dengan gemetar, Bobi menjawab pertanyaan “calon” mertuanya itu, “Iya Om... eh Pak.. hehe. Saya...” belum selesai kalimat diucapkannya, adzan duhur sudah berkumandang.

 

“Alhamdulillah... mari nak Bobi, kita sholat dulu. Nak Bobi jadi imam ya.” Seru sang Ayah.

 

Keringat dingin mengucur dari wajah Bobi. Akhirnya dengan kondisi cemas gemetaran, ia menyanggupi permintaan “calon” mertuanya itu. Menjelang takbiratul ihram tiba-tiba Bobi membalikkan badannya. Kemudian ia berkata, “Ayah... hehe maaf. Shalat duhur berapa rakaat ya?”

 

Beberapa menit kemudian. Bobi menangis bombay. Lamaran ditolak!

 

Tiga jam kemudian datang seorang pemuda lagi. Setelah mengetuk pintu dan mengucapkan salam, sang pemuda disambut oleh Ayahanda Putri, “Mari masuk nak Wahid.”

 

Baru saja pemuda yang bernama Wahid itu duduk, tiba-tiba adzan ashar menggema. Sang Ayah pun bersorak riang, “Alhamdulillah... nak Wahid, kita shalat Ashar dulu. Nak Wahid jadi imam ya.”

 

Dengan langkah mantap Wahid mengambil air wudhu kemudian mempersiapkan shalat ashar serta mengatur shaf. “Allahuakbar...”

 

Dan Sang Ayah menerima lamaran Wahid.

 

Aku bersama semua orang yang ada di ruangan menyimak cerita itu. Dan tentunya aku selalu mengambil hikmah dibalik maknanya. Teringat impian atau ultimate goal yang baru saja aku tulis, aku berazzam untuk tidak akan pernah berhenti melangkah sebelum mimpi-mimpi itu terwujud. Apa yang kau takutkan? Tidak ada kan? Cuma disuruh shalat doank! Iya kan? Tarik Mang...!  

 

Cinta Tanpa Syarat

Saat ku duduk di kesendirian

Di antara rindu dan asa

S’lalu terbayang dalam anganku

Senyummu yang lembut dan tulus

 

Kurindu padamu yaa Rasul

Kurindu ada di dekatmu

Ingin kujumpa sekejap saja

Meski dalam mimpi

 

Allohumma sholli 'ala muhammad

yaa robbi sholli 'alaihi wa sallim

(BPM, Rinduku)

 

Sebelum ashar air mataku membuncah kembali seperti hari kemarin. Aku menatap kosong ke depan. Perlahan air mata mengalir ke dua pipiku. Aku tak bisa bergerak. Bahkan sulit untuk mengusapnya. Iringan lagu “Rinduku” semakin membuat kedua mataku sembab. Rasulullah Saw. selalu memikirkan umatnya. Membela dengan gagah berani. Dan menjadi pencerah serta penyegar jiwa. Namun sekarang aku masih belum berbuat banyak. Rasul dihina aku diam saja. Kitab yang disampaikannya dibakar, aku hanya melongo. Islam diporak-porandakan, paling banter aku hanya berdo’a. Hanya ini. Pedih. Padahal Rasulullah Muhammad Saw. yang menghantarkan Islam kepadaku, kepada kami semua. Tanpanya mungkin kami masih jahil. Astagfirullah...

 

Andai Rasulullah Saw. di depanku aku bingung ingin berucap apa. Mungkin hanya maaf. Maaf karena banyak melakukan aktivitas yang seru namun tidak penting. Padahal ada yang lebih penting dilakukan daripada yang lebih seru.

 

Di malam pertama di atas warung internet aku berpikir tentang cinta tanpa syarat. How can someone show love over and over again when they're constantly rejected? Rasulullah Saw. melakukannya. Beliau memberikan cinta dan kasih sayangnya bukan hanya kepada kaum muslimin, namun juga pemeluk agama lain. Masih membekas kisah Rasulullah yang menyuapi si pengemis buta Yahudi setiap pagi di pasar. Meskipun dikatakan penyihir dan orang gila oleh si Yahudi itu, beliau tetap menyuapinya hingga ajal menjemputnya. Cinta tanpa syarat, inilah yang sedang aku latih.

 

Sore itu hampir tenggelam. Hari mulai gelap. Setelah maghrib training masih berlanjut. Saat sesi terakhir kami diajarkan untuk mengganti hal-hal negatif dengan yang positif kemudian menuliskannya dalam buku selama 40 hari. Agar permanen. Teknik itu juga bisa digunakan untuk mengubah kebiasaan. Insya Allah.

 

Tak terasa malam semakin pekat. Pelatihan 3 hari telah usai. Aku dan sang trainer sempat bertukar senyum dari kejauhan di saat aku sedang mengisi testimoni. Terima kasih guru.

 

Pukul 21.30 malam. Aku dan kawan temanku menunggu di masjid. Beberapa menit kemudian temanku nongol. Secepat kilat kami berjalan menuju terminal busway. Sayang oh sayang. Kami telat. Jam menunjukkan pukul 22.04. Maaf. Terpaksa kami naik bus kota menuju Blok M.

 

Aku benar-benar lelah. Kami menuju Kampung Rambutan setelah dari Blok M. Aku berada di theta. Kadang tidur kadang terjaga. Dalam bus kota menuju Kampung Rambutan aku teringat kembali perjalanan sejak di kereta di mana aku yang larut dalam renungan. Inilah perjalanan. Inilah kehidupan. Batinku. Kadang sedih, kecewa, marah, bahagia, dan suka cita. Nikmati saja.

 

Kami say goodbye dengan kawan yang dari Jakarta. Bis menuju Bandung sudah siap meluncur. Bandung kami pulang. Bandung yang nyaman. Aku berucap do’a: semoga perjalanan baik-baik saja. Lalu menutup mata. Terima kasih Jakarta. Terima kasih cinta... impian, dan perjalanan.

 

Selesai.

 

Satu jam sebelum subuh, 26 Februari 2011

 

Ucapan terima kasih: dua mujahid perang, panitia & fasilitator pelatihan, orang yayasan, pengurus masjid, supir busway dan bus kota, masinis kereta, tukang gorengan, tukang nasi goreng, teman-teman yang "sebenarnya" aku tampilkan di catatan ini namun tidak bisa aku sebutkan namanya, de-el-el.

 

Semoga banyak hal yang bisa diambil hikmahnya. Jadikan ini semua sebagai pelajaran kehidupan.

 

Salam Impian!

 

Duddy Fachrudin,

Salah seorang hamba-Nya yang berkelimpahan, insya Allah


No comments:

Post a Comment