Sunday, April 29, 2012

Perempuan

Kuliah Cinta 9: Perempuan

Perempuan datang atas nama cinta
Bunda pergi karena cinta
Digenangi air racun jingga adalah wajahmu
Seperti bulan lelap tidur di hatimu
yang berdinding kelam dan kedinginan

Ada apa dengannya?
Meninggalkan hati untuk dicaci

Lalu sekali ini aku lihat karya surga dari mata seorang hawa

Ada apa dengan cinta?

Tapi aku pasti akan kembali dalam satu purnama
Untuk mempertanyakan kembali cintanya

Bukan untuknya
Bukan untuk siapa
Tapi untukku

Karena aku ingin kamu
Itu saja. . .
(Perempuan, dibacakan Rangga di "Ada Apa dengan Cinta")

Pernahkah terbesit belajar dari seorang perempuan? Tidak. Itulah yang aku pikirkan dulu. Namun kini seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia aku harus bisa mengetahui seluk beluk kaum hawa.

Yang paling mudah tentunya belajar dari ibu: sifat, karakter, perilaku wanita tercermin jelas dari ibu kita. Ibu yang lebih khawatir akan anak-anaknya, ibu juga yang menjadi orang pertama yang menolong kita saat kita sakit. Kasih sayangnya tertumpah ruah. Cintanya tak bisa diukur, karena begitu tulusnya ia menyayangi kita. Tak heran Rasulullah Saw. menyebutnya 3 kali sebelum ayah.

Yang kedua adalah istri. Bagi yang telah menikah pasti dapat merasakan perbedaan antara dia (suami) dan istrinya. Tidak mudah untuk memahami satu sama lain, karena kadang ego masing-masing dapat mengalahkannya. Sang istri mengharapkan suaminya tidak hanya bekerja, tapi juga ikut membantu mengurus anak. Sementara sang suami bersikeras tak mau membantu karena ketika tiba di rumah energi baik fisik maupun psikis sudah terkuras sehingga tak ada lagi waktu untuk menemani anak-anak. Itulah perbedaan. Oleh karenanya, kata alm. Sophan Sophian, pernikahan adalah manajemen ketidakcocokkan.

Yang ketiga dari para sahabiyah: ibunda Khadijah, Aisyah, Fathimah, dan lain-lain. Kenapa harus mereka? Belajarlah dari yang terbaik, dan yang terbaik adalah mereka yang berkualitas surga. Lihatlah Khadijah yang selalu setia menemani dan menjadi teman curhat ketika Rasulullah Saw. mengalami guncangan saat awal-awal menerima wahyu. Lihat pula bagaimana sifat cemburunya Aisyah kepada istri Rasulullah Saw. yang lain. Dan lihat juga Fathimah yang begitu anggun dan sungguh ia tidak ingin dimadu oleh Ali bin Abu Thalib.

Perempuan berbeda dengan kita laki-laki. Sebagai seorang laki-laki kita harus bisa memahaminya dari setiap kata yang terucap, dari raut wajah yang tergurat, dan dari air mata yang mengalir menuruni kedua pipinya. Dengan memahaminya, insya Allah perbedaan bukan menjadi penghalang. Justru perasaan cinta dan sayang akan semakin besar.

Begitukah?

Mungkin... karena bagiku yang penting bisa memahami perasaannya (perempuan), serta meniatkan diri untuk menjadi laki-laki yang terbaik baginya.

Dalam ending "Ada Apa dengan Cinta", kepergian Rangga untuk melanjutkan sekolah ke New York membanjiri air mata Cinta. Namun, sesungguhnya jauh-dekatnya jarak tidak akan membedakan rasa, jika kita niatkan cinta ini sebagai satu pijakan untuk meraih cinta-Nya.

Maka ijinkan setiap bulir air mata yang menetes adalah karena-Nya. Dengan begitu tak ada yang perlu kita khawatirkan. Tak ada yang perlu kita risaukan. Jalani saja dengan sederhana. Itu saja...


From this moment on, 30 April 2012

Duddy Fachrudin 

Thursday, April 26, 2012

Flexibility is simplicity

Kuliah Cinta 8: Flexibility is simplicity

Hari itu siang menyengat Bandung. Dan diriku yang sedang mengendarai sepeda motor. Di sekitar Unpad aku membelokkan Biti ke salah satu tempat fotokopi dan digital printing. Biti? Itu nama sepeda motorku, alias Beat Putih.

Flashdisk  terpasang, aku sibuk menatap monitor yang berisi data pribadiku atau bahasa kerennya curriculum vitae. Jari jemari menari di atas keyboard, mengetik kata demi kata yang diperlukan di dokumen itu. Beberapa detik berselang... Plep, layar tiba-tiba hitam. "Kok mati?" benakku dalam hati. Lalu kubertanya pada empunya toko. "Pindah aja, kalau untuk ngedit langsung mati. Tuh ada tulisannya kalo nggak boleh ngedit." Oh... gitu rupanya. "Ya udah A, makasih..." aku meninggalkan tempat itu.

Di atas Biti aku bergumam, "Ternyata toko itu lebih baik kehilangan pelanggan daripada 300 rupiah."

Ah cinta... itulah yang seharusnya kita miliki. Kalu kita mencintai pelanggan, maka akan dengan mudahnya kita berkata, "Oh iya mas maaf... silahkan pindah dan lanjutkan mengetiknya." Itulah cinta, ketika cinta tertaut dalam hati, maka apapun bisa terjadi, seperti: kekakuan, kekokohan gunung es yang tiba-tiba mencair.

Maka ijinkan cinta terpatri halus dalam rongga-rongga pembuluh darah kita. Biarkan ia mengalir bersama oksigen dan darah menuju organ-organ yang terbentuk karena cinta Allah Maha Rahman dan Rahim. Karena cinta bunda dan ayah. Karena cinta...

Karena cinta menjadikan hidup menjadi sederhana.


From this moment on, 24 April 2012

Duddy Fachrudin   

Saturday, April 14, 2012

Setia Pada Cinta

Kuliah Cinta 7: Setia Pada Cinta

Membaca kisahmu, para sahabatmu, generasi-generasi setelahnya membuat hati ini tergerus cemburu. Dalam hati terus bertanya: bisakah? Bisakah aku memiliki iman yang tangguh dan kokoh seperti mereka? Sehingga jiwa ini tak mudah karam atau terpelenting? Aku terus bertanya dalam renungan, seakan pertanyaan itu mengevaluasi seluruh kehidupan.

Banyak orang mengatakan cemburu tanda cinta. Seperti halnya Aisyah dan Saudah ra. yang saling cemburu dengan "menerbangkan piring" di dalam rumah. Wajar mereka berdua saling cemburu, karena suami mereka adalah orang yang paling mulia. Orang yang paling mulia? Itulah dia: kekasih-Mu, penyampai risalah-Mu, teladan sepanjang masa yang lidahnya masih bisa menyebut "Ummati... Ummati" di kala ruh sudah mencapai dada, orang yang penuh cinta.

Dialah special one sejati: Rasulullah Saw. yang melahirkan orang-orang yang berkualitas. Indikatornya sederhana: iman dan cinta. Bilal yang mengatakan "Ahad... Ahad" meski cambuk menerpa kulit legamnya. Keluarga Ammar bin Yasir yang mempertahankan akidah hingga syahid menjemput. Hasal Al Bashri dan Ummar bin Abdul Aziz, ulama dan pemimpin yang saling mengingatkan agar tidak tergelincir dalam harta dan tahta. Al Ghazali yang diakhir hidupnya mengatakan "Ikhlaslah... Ikhlaslah..." yang berarti hidup untuk satu: Allah Swt. Guru dan murid, Ibnu Taimyah dan Ibnu Qayim yang setia pada iman meski penjara memasung fisiknya. Sufyan Tsuri yang mengingatkan sahabatnya Harun Ar-Rasyid agar menjadi pemimpin yang amanah dan menggunakan uang negara dengan bijaksana.

Andai matahari di tangan kananku, takkan mampu mengubah yakinku
Bilakah rembulan di tangan kiriku, takkan sanggup mengganti imanku

Lantunan nasyid menambah rasa cemburu. Kepada mereka yang setia pada 1 Iman, 1 Cinta.


From this moment on, 14 April 2012

Duddy Fachrudin