Monday, December 31, 2007

The Choices

“Apa pun yang menjadi penghalang, seberat apa pun perang batin kita… Kita selalu punya pilihan. Pilihan kita yang menjadikan diri kita. Dan kita selalu bisa memilih untuk melakukan yang benar.”

Kata-kata itu menjadi epilog sunyi menutup kisah Harry Osborn yang telah membantu Peter Parker dalam menghadapi Venom dan Flint Marko. Kematiannya meninggalkan orang-orang yang mencintainya dan juga sebuah pesan moral kepada siapapun yang menonton Spidey 3. Pesan moral yang selalu saya ingat sampai sekarang, yaitu tentang pilihan. Pilihan untuk melakukan yang benar.

Entah sudah berapa kali saya menonton sekuel terakhir dari jagoan laba-laba ini. Semua filmnya menginspirasi saya. Kata-kata paman Ben dalam film pertama pun masih terus mengiang dalam pikiran alam bawah sadar saya. Namun kali ini saya tidak ingin berbicara tentang spirit yang ditularkan paman Ben kepada Peter itu, tapi spirit Harry yang sudah menolong Peter dan Marry Jane di saat-saat genting.

Kita selalu punya pilihan karena hidup adalah pilihan. Harry awalnya tidak ingin membantu Peter akibat dendam karena menganggap Peter membunuh ayahnya. Tapi setelah mendapat penjelasan dari pelayan yang sudah mengabdi bertahun-tahun di rumahnya, ia tersadar. Ia akhirnya memilih berjuang bersama Peter untuk menolong Marry Jane. It is right choice, isn’t it?

Apa yang terjadi jika ego dan perasaan dendam Harry yang muncul? Apakah ia bisa memilih untuk berbuat seperti itu?

Saat ini lingkungan menghakimi manusia. Berbagai bencana alam menghantam bumi. Banjir, tanah longsor, dan gelombang pasang bergantian mengamuk. Cuaca tidak stabil. Bibit-bibit penyakit bermunculan menggelinangi darah manusia yang sudah semakin parah. Ada yang salah?

Apa yang terjadi jika manusia-manusia tidak rakus membabat hutan? Apakah lingkungan akan memilih memberikan kesejukan daripada dentuman jika manusia bersikap santun terhadap alam?

Saya yakin, jika manusia tidak mengikuti ego demi kepuasaan akan rupiah hasil merusak alam, mereka atau kita sudah memilih untuk melakukan tindakan yang benar. Penebangan hutan ilegal di Indonesia memang kian parah. Hanya untuk memenuhi perut, penjahat-penjahat rela mengorbankan anak bangsa yang tak berdosa.  

Setiap pilihan yang kita pilih akan menimbulkan konsekuensi tersendiri. Dan dua konsekuensi yang pasti tidak terlepas dari efek positif dan efek negatif. Mana yang akan kita pilih? Harry Osborn sudah melakukannya, walau ia akhirnya tiada. Sudah sepantasnya diri ini malu telah merusak alam–anugerah yang telah Allah berikan untuk kelangsungan hidup manusia. Inginkah pilihan-pilihan dalam hidup kita bisa membuat orang lain bahagia? Mengerti dan mencintai alam adalah salah satunya.

 

Belumlah terlambat untuk mengerti

Dan belum terlambat untuk menumbuhkan cintaku

(Padi dalam "Belum Terlambat" di album ”Tak Hanya Diam”)

 

Alang Nemo

Saat bumi meringis dalam keindahan pagi

di penghujung 2007


Tuesday, December 18, 2007

Dari Salabintana Sampai Cibodas (part # 1)

Tujuan akhir dari sebuah pendakian gunung adalah bukan mencapai puncak gunung, melainkan pulang ke rumah dengan selamat!

 

"Ngapain lama-lama tinggal di Jakarta. Mendingan naik gunung. Di gunung kita akan menguji diri dengan hidup sulit, jauh dari fasilitas enak-enak. Biasanya akan ketahuan, seseorang itu egois atau tidak. Juga dengan olahraga mendaki gunung, kita akan dekat dengan rakyat di pedalaman. Jadi selain fisik sehat, pertumbuhan jiwa juga sehat. Makanya yuk kita naik gunung. Ayo ke Semeru…”

 

Kata – kata itu diucapkan Soe Hok Gie sebelum keberangkatan menuju Puncak Mahameru 16 Desember 1969. Namun sayangnya, setelah bersimpuh di Puncak Para Dewa tersebut, Soe yang turun terakhir dari puncak bersama Idhan Lubis meninggal dunia akibat menghirup gas beracun.

 

Kematian Soe Hok Gie merupakan salah satu dari sekian banyak kecelakaan yang menimpa para pendaki gunung, baik mereka yang pemula bahkan yang sudah sering mendaki seperti Soe. Berbagai tragedi di gunung tersebut melecutkan Wanadri yang menamakan dirinya sebagai perhimpunan penempuh rimba dan pendaki gunung untuk mengadakan Sekolah Pendaki Gunung (SPG). Sejak 1973 Wanadri mengadakan SPG untuk berbagi pengetahuan bagaimana caranya agar mendaki gunung dengan aman dan nyaman.

 

Selama 8 hari (8 – 15 Juli 2007), saya termasuk dalam 41 peserta mengikuti SPG Wanadri Gede – Pangrango. Sebelum keberangkatan, kami melakukan tes kemampuan dasar, tes fisik dan tentunya tes medis. Poin ketiga ini merupakan hal yang wajib dilakukan bagi siapa saja yang akan melakukan pendakian. Berbagai perlengkapan pun harus kami siapkan seperti ransel, pakaian lapangan, perlengkapan bivak dan tidur, perlengkapan masak dan makan, perlengkapan navigasi, perlengkapan lain seperti MCK, peralatan jahit, obat – obatan pribadi dan 18 paket makanan sebagai perbekalan.

 

4 Hari di Camp Salabintana 

 

Minggu (8 Juli) jam 6 pagi kami berangkat dari Sekre Wanadri di Jl. Aceh Bandung dengan tujuan Salabintana. Sekitar 9.45 kami sampai di Pondok Halimun (± 1200 mdpl) lalu dikumpulkan dengan para peserta yang mendaftar di Jakarta dan dibagi dalam 9 kelompok. Peserta SPG yang berjumlah 41 orang sendiri berasal dari berbagai kalangan, dari mulai siswa SMA sampai bapak – bapak berumur 44 tahun, namun kebanyakan dari kami adalah mahasiswa.

 

Selama 4 hari kami dibekali berbagai materi dasar yang diperlukan bagi seorang pendaki gunung. Materi – materi tersebut mencakupi : perencanaan perjalanan, perlengkapan perbekalan, iklim medan dan penaksiran, kesehatan perjalanan dan penanganan gawat darurat, navigasi darat, pengantar ilmu survival, bootani dan zoologi praktis, tali temali, pengenalan konservasi, kesadaran lingkungan, dan manfaat hidup di alam terbuka. Para pemateri berasal dari alumni – alumni Wanadri, tim dokter Atlas  Medical Pioneer (AMP) FK Unpad dan tim pelestari Taman Nasional Gede – Pangrango.

 

Beberapa hari sebelum SPG, saya mendengar berita tentang tewasnya salah seorang pendaki di Gunung Ciremai. Dikabarkan dia tewas akibat hipotermia karena cuaca buruk pada saat itu. Kemudian saya mendapatkan informasi lagi bahwa dia hanya membawa bekal 20,000 untuk mendaki puncak Ciremai tersebut!

 

Setelah mengikuti materi dan simulasi dasar, saya yang ”masih” tergolong pemula dalam mendaki gunung sadar bahwa mendaki gunung bukan sekedar memakai kaos oblong, beralaskan sandal jepit dan bermodal beberapa buah roti dan sebotol air mineral. Bahaya subjektif dan objektif  menanti kita para pendaki dan ketika hal itu datang kita harus sudah siap mengatasinya.

 

Adzan Menggema di Surya Kencana   

 

Rabu sore, kami mulai mengaplikasikan materi yang didapat ke dalam kondisi sesungguhnya. Walau masih di Salabintana, kami membuat bivak dengan menggunakan ponco dan membuat makanan sendiri. Sebelumnya kami bermalam di barak dan makan yang disediakan oleh Wanadri. Karena saya nggak jago dalam urusan bivak, maka sayalah yang  membuat makanan. Selanjutnya, saya dan 4 teman sekelompok menyantap nasi, mie dan abon dengan nikmatnya.

 

Esok paginya kami berangkat mendaki Gunung Gede (2958 mdpl) melalui jalur Salabintana yang terkenal lebih rumit dan jarang dilalui dibanding jalur – jalur lainnya, seperti Cibodas dan Gn. Putri. Di awal pendakian kami langsung menghadapi punggungan yang cukup curam dengan diapit 2 lembahan yang mengalir sungai dibawahnya. Selama melalui trail (jalan setapak), banyak dijumpai pohon tumbang yang harus kami panjat atau merangkak dibawahnya. Di ketinggian 2100 mdpl kami beristirahat dan melakukan evaluasi perjalanan pada malam harinya.

 

Pendakian dilanjutkan dengan mencapai target Alun – alun Surya Kencana (2800 mdpl) untuk melaksanakan shalat Jum’at. Dalam perjalanan, kami tidak hanya sekedar melangkahkan kaki dan membawa ransel yang berat, tapi juga belajar menentukan posisi (resection) menggunakan peta topografi, kompas bidik, penggaris dan busur atau protactor. Hal ini penting karena banyak juga para pendaki yang tersesat dan tidak tahu posisinya dimana karena mereka tidak membawa peralatan navigasi.

 

Pukul 12.30 kami sampai di Surya Kencana. Adzan berkumandang di padang edelweiss tersebut. Teddy, teman sekelompok saya menjadi khatib dan imam untuk pelaksanaan shalat Jum’at. Pukul 14.30 kami menuju Puncak Gede. Dalam pendakian yang sejengkal lagi kami harus meninggalkan salah satu peserta cewek yang kelelahan. “Maniikk, ayo kamu bisa!,” teriak kami mendahuluinya. Terik matahari menemani nyanyian kami  menuju puncak punggungan. Kemudian beberapa orang di depan saya berteriak, “Woii sudah sampai, semangat... semangat...!”. Pukul 15.00 kami tiba di Puncak Gede. Di depan kami terhampar Kawah Ratu dan jika menggeserkan pandangan beberapa senti ke kiri terlihat Gunung Pangrango (3019 mdpl).

 

”Wow, ini luar biasaa... ini baru pertama kali!!!,” teriak Madewanti memecah langit. Sementara yang lain saling ber – tos ria, tertawa dan menyemangati Manik yang masih berjuang menggapai puncak bersama panitia. Akhirnya Manik melengkapi senyum 40 peserta yang lainnya di Puncak Gede.

 

Tapi bukankah tujuan akhir dari pendakian gunung adalah pulang ke rumah dengan selamat?  

 

Bersambung...

 

Thursday, December 13, 2007

Avonturir yang Dihargai Sebuah Novel

Avonturir yg tidak direncanakan. Sudah lama sekali semenjak perjalanan sendirian Dago – Maribaya melalui Dago Bengkok 2 tahun yg lalu. Dan kali ini rutenya pun cukup melelahkan. Tidak direncana. Ya! 12.45. Berawal dari BonBin (Kebon Binatang Taman Hewan) yg diteruskan ke Ciwalk – Padjajaran – Pasir kaliki – Stasiun Hall – Pasar Baru – Masjid Agung – Braga – Gatot Subroto - BSM. 

 

Teringat 2,5 tahun yg lalu, ketika detik – detik menjelang SPMB aku dan beberapa mahkluk gila malam – malam iseng main ke Cihampelas dan setelahnya kami nge – game di rental PS deket Unisba jam 12 malam!… Dan kini iseng – iseng aku ke toko buku Karisma di Primer Cihampelas mengingatkanku akan memoir masa lalu. Debu jalanan menerpa tubuhku. Cipaganti, dan meneruskan ke Padjajaran sembari transit di Istana Plaza Sejuknya AC membuat butiran – butiran keringat mulai mongering. Sambil ngelirik cewek – cewek SMA, beberapa SMP dan yang lagi pacaran asik menggeleot mesra pada pasangannya. Ngomomg – ngomong “Hari Gini Pacaran? Nikah Lagi…!” Lagi – lagi ini semua mengingatkanku akan masa lalu. Cinta, musik rock, basket, Hai, Lupus dan Gang super gila bernama Litjik. Gang ilegal beranggotakan Bean (Fitrah), Igo, David, Dayus, Didi, Agus, Nendri, Eka dan aku sendiri.

 

Aku semakin rindu pada masa lalu, pada seorang teman yang namanya tertera diatas ketika melewati SMAN 6 Bandung Pasir Kaliki. Disanalah Bean melanjutkan SMA – nya. Ketika kelas tiga SMP, kami semua melepas kepergian Bean ke Bandung. Entah sekarang Bean ada dimana, padahal salah satu tujuanku ke Bandung adalah mencari sosok gila tsb. Jadi kalo ada yang menemukan mahluk aneh mirip Mr Bean alias Fitrah Mahendra harap menghubungiku karena kalo nggak bakal mengacaukan negara ini dengan kekonyolan dan kelitjikannya.

 

Uhh… lagi – lagi aku mengusap keringat, walaupun sebenarnya cuaca agak mendung dan butiran – butiran hujan mulai membumi. Dengan tas ransel yang didalamnya ada Balada si Roy 2 penerbit Beranda Hikmah aku memacu Reebok – ku. Reebok yg kedua, punya bapak lagi. Kuambil di gudang rumah karena sudah tidak dipakai lagi. Sandal gunungku ilang dicuri orang biadab di Salman ketika Maghrib, sialan kan! Dan Reebok yg pertama pun raib di Masjid Al – Kautsar Sumbawa waktu shalat Ashar di hari minggu dan kebetulan kalo minggu nggak ada yang jaga, Dodol banget!

 

Roy… Sebenarnya baru sekarang aku membacanya dan hmmm… Keren! Mirip diriku, walau baru sekarang – sekarang ini aku melakukan avonturir sendiri. Dulu paling juga bareng anak – anak PA ke Tangkuban Perahu lewat Jayagiri dan sempat ke Gede – Pangrango walau didasarnya saja karena pendakian ditutup saat itu. Dan aku pun sempat menanyakan ari – ariku ketika lahir. Nggak dibuang layaknya ari – ari Roy, tapi dipendam di bawah pohon mangga dirumahku yang dulu. Jadi mitos ari – ari itu memang nggak ada. Yang mempengaruhi adalah bacaan atau buku. Bersukurlah bagi yang suka baca karena tanpa membaca, kita dekat dengan kebodohan dan kebodohan itu sangat dekat sekali dengan kemiskinan, itulah kata Tantowi Yahya. Buat para orang tua buatlah Home Library atau minimal anaknya disuapin ama bacaan atau buku yang bermutu dan jangan biarkan diproteksi terlalu ketat. Biarkan dia berkembang alami, melakukan avonturir dan ajaklah sekali – kali mengakaji islam ketika dia beranjak dewasa.

 

Tidak terasa adzan ashar menggema ketika aku berada di Stasiun Hall. Stasiun di depanku mengingatkanku akan Jogja. Waktu itu maen ke rumah pengusaha gila Purdi E. Chandra, tapi pas nyampe rumahnya eh malah renang dan maen tenis, sementara yang laen jalan – jalan ke Malioboro. Dan juga avonturirku ke Rancaekek, maen ke seorang teman (walaupun udah bapak – bapak) mengunjungi toko SWLW – nya. Toko mini tapi bagiku wah… Rame…

 

Sempat mampir ke Pasar Baru. Nggak ada yang kubeli, cuma liat – liat dan aku sempat ngeliatin lelaki bertato yang melototin cewek yang sedang liat dan tentu saja bertemu para saudagar yang menjajakan barangnya. “Sepatunya mas, bajunya, suteranya…” Nggak lama di pasar baru, lantas kemudian menyisir Otista, Dalem Kaum dan beristirahat di Masjid Agung Raya Bandung. Capek. Tapi aku merasakan senyum pada diriku. Segala penat dan bayang – bayang yang menghantuiku hilang. Brar…! Seperti halilintar yang menggelegar memecah kesunyian.

 

Berlakunya Perda K3 sejak 1 November 2006 yang dilarangnya mengamen dan mengemis membuatku miris. Siapa yang mau menolong mereka? Nampak terlihat para pengamen dan pengemis sepanjang jalanan yang kulewati. Anak – anak jalanan yang menjajakan donat dan teh botol di depan eskalator Pasar Baru bisa dijumpai dengan wajah berharap dagangannya habis hari itu juga. Sementara koruptor – koruptor brengsek nggak malu akan dirinya dan mereka yang mengais uang receh dijalanan. Itulah hidup…

 

Perutku sepertinya keroncongan. Aku sadar belum makan siang. Baru nasi kuning pagi tadi mengganjal perut ini.

 

“A tahu gejrotna sabaraha?”

 

“3000 A.”

 

Makan tahu gejrot dulu sebelum shalat ashar. Makanan kesukaanku waktu kecil. Harga seporsi 3000 yang sekarang sama dengan 300 ketika aku SD. Enak banget, apalagi kuahnya… Angin sore itu menyejukkan badanku. Ditambah siraman air wudhu dan sujud sukurku semakin membuatku bersemangat, insya Allah. Taman di depan masjid sangat ramai, air mancur menyaksikan muda – mudi yang asik bercengkrama. Yah… Lagi – lagi pacaran. Anak SMA! Bukannya pulang dan belajar malah asik pacaran. Sama kok… Tapi waktu SMA bukan pacaran yang aku lakuin, tapi mecahin kaca kelas. Praang…! Dulu waktu SMA sering banget main futsal, ampe pernah dihukum dilapangan basket.

 

Aku beranjak lagi dan berhenti di tukang majalah. “Pak, liat BOBO – nya” seruku. Mungkin saat itu si bapak bertanya – tanya, anak muda kok masih suka majalah BOBO? Udah lama sekali aku tak membacanya, mungkin ada sekitar 10 tahun. Sudah banyak yang berubah, terutama harganya sudah naik 3 kali lipat. Tapi aku membelinya juga. Yap! Disitu ada kupon lomba mengarang cerita misteri, hadiahnya lumayan. Oleh karena itu aku membelinya.

 

Kakiku semakin lelah melangkah. Rencanaku pulang lewat Braga dan naik Stasiun – Dago dari Wastu Kencana. Aku menyisir Asia – Afrika. Gedung Merdeka dan Museum Asia Afrika, sebuah tempat yang mengenalkan Indonesia di kancah Internasional kala dulu. Beberapa turis mengambil gambar ditempat itu. Sayang aku tak membawa kamera karena avonturir ini awalnya tak direncanakan sama sekali. Gedung – gedung khas Eropa menghiasi Braga. Aku sempat melihat lukisan hotel Savoy Homan dan Braga pada jaman penjajahan Belanda dulu. Indah. Seindah hatiku yang mendapatkan buku tentang kehidupan seseorang yang pernah menjadi CM (Corps Mahasiswa) jaman penjajahan dulu. Bukunya sudah menguning dan aku beli seharga 2500. Dan HP – ku bergetar saat itu.

 

“Halo, pa Duddy ada paket dari Jakarta, tapi kemaren dirumah nggak ada orang” Terdengar suara laki – laki kira – kira 30 tahun-an diujung sana.

 

“Nggak dititipin aja ke anak kosan, pa?” Seruku.

 

“Kami nggak berani, sekarang bapak bisa ambil nggak ke Gatsu 201?”

 

“Gatot Subroto? Sampe jam berapa tutupnya?”

 

“Ya, sampe jam 7 malam. Deket McD, nanti ada plang PCP.”

 

Lantas aku berpikir sejenak. Rencana pun diubah. Aku menyisir Asia Afrika, simpang lima Naripan dan Gatot Subroto. Hari sudah sore sekali. Matahari pun melambai – lambai sebagai tanda perpisahan untuk hari ini. Kuhitung nomor rumah sepanjang Gatsu.  Aku sampai. Kuterima paket itu sembari memberi nasihat kecil kepada penjaga kantor layanan antar paket tsb. Lain kali harusnya memang menelepon dahulu, barangkali aja orang yang menerima paket itu sedang tidur atau tidak mendengar ketukan pintu rumah sehingga si pengirim paket dengan mudah menganggap tuan rumahnya nggak ada.

 

Kulihat tulisan yang tertera pada bungkusan paket itu. Sama. Tulisan si pengirim paket nggak berubah semenjak SMA dulu. Dan kuraba dan aku pun menebak. The Da Peci Code. Kubuka dan Benar! Dalam hati aku bersukur ternyata avonturir ini dihargai sebuah novel gila. Kalo nggak percaya bisa diliat dari covernya.

 

Dan aku kembali berjalan. BSM beberapa meter lagi. Mall terbesar di Bandung itu dengan semboyannya yang mencirikan kelas atas. Aku hanya istirahat disitu dan sudah waktunya shalat Maghrib. Bandung Super Mall. Bagi yang suka maen ke mall, mending jangan kesini deh… Ni mall ukurannya gede banget, bikin kaki pegel aja. Memang kebanyakan yang datang kesini adalah kalangan atas untuk urusan bisnis. Jarang sekali anak – anak muda terlihat. Dan aku harus pulang. Dan… Itukan istrinya KepSep SMA dulu? Entah selintas begitu aja. Tapi aku nggak menyapanya. Dan aku pun agak ragu untuk menyapanya.

 

Aku pulang, aku ingin cepat pulang dan menuliskan ini di tuts – tuts keyboard komputerku. Tapi aku harus berjalan beberapa meter lagi hingga Kiara Condong dan dari sana naek Riung – Dago, lumayan bisa ngirit seceng daripada naek angkot dari depan BSM ke Kircon. Pukul 7 malam… Hmm avonturir yang dihargai sebuah novel…

 

 

Bandung, saat sunyi menerpa di awal tahun 2007

Monday, November 19, 2007

Ahli Surga = Ahli Neraka

"Aku benar-benar melihat diantara umatku pada hari Kiamat nanti, ada yang datang dengan membawa kebaikan sebesar gunung di Tihamah yang putih, lalu Allah menjadikannya seperti kapas berterbangan, Tsauban bertanya, Ya Rasulullah, jelaskan kepada kami siapa mereka itu agar kami tidak seperti mereka sementara kami tidak mengetahui!, Beliau bersabda, Mereka adalah saudara-saudara kalian dan sebangsa dengan kalian, mereka juga bangun malam seperti kalian, akan tetapi apabila mendapat kesempatan untuk berbuat dosa, mereka melakukannya."

(HR. Ibnu Majah, disahihkan oleh Syaikh Al-Bany dalam Silsilatul Ahaadits Shahihah No,505)


Tuesday, November 13, 2007

Analisis Case : Memoar Tragis Sang Petualang Super

Memoar Tragis Sang Petualang Super1)

Siapa sangka seorang sarjana cerdas, memiliki banyak bakat ilmiah dan berpredikat cum laude lantas meninggalkan kehidupan seperti pada umumnya. Ia meninggalkan keluarga yang mencintainya menuju sebuah petualangan di alam liar Alaska. Christoper McCandles. Ialah orangnya.

Christoper mengganti namanya dengan Alexander. Ia menyumbangkan seluruh tabungannya dan membakar uang tunai yang ada di dompetnya setelah lulus dari Universitas Emory pada tahun 1990. Kehidupannya berubah, bak Tolstoy yang ia kagumi dalam karya – karya penulis Rusia tersebut.

April 1992, Alex si Petualang Super memutuskan untuk hidup di hutan Alaska. Sebelum berangkat ke Alaska ia terlebih dahulu mengembara di  kotakota di Amerika Serikat selama 2 tahun tanpa pernah menghubungi orang tuanya. Bekerja sebagai apapun dan berteman dengan orang – orang yang ditemuinya di jalanan.  

Di Keluarga, Chris memiliki banyak perbedaan pendapat, terutama dengan ayahnya, Walt. Namun begitu ia sangat menyayangi Carine, adiknya. Semenjak SMA ia sudah mulai melakukan petualangan dengan mobil Datsun miliknya. Suatu hari ia  mendapatkan sebuah fakta bahwa ayahnya pernah menikah sebelumnya dan Walt ternyata masih berhubungan dengan wanita pertama yang ia nikahi. Kebohongan pun terkuak, dan Chris benar – benar marah.

Musim dingin membuat sungai menjadi es. Mengeras. Alex melewatinya. Tibalah ia di sebuah daerah bernama Fairbanks. Hatinya gembira ketika ternyata di tempat itu ada sebuah bus dengan sebuah tempat tidur dan perlengkapan lainnya. Mulai saat itulah Alex kemudian hidup menyendiri ditemani alam dan hewan – hewan yang kemudian ia buru sebagai sumber makanan.

Alex selalu menyempatkan menulis di jurnalnya, tentang kehidupan barunya tersebut. Tanggal 30 Juli 1992, jurnalnya tercatat, “TERLALU LEMAH AKIBAT BENIH KENTANG…” Kondisi tubuhnya benar – benar lemah pada saat itu. Benih kentang itu beracun! Ia kemudian memutuskan untuk keluar dari hutan, tapi ternyata sungai sudah meluap dan arusnya sangat deras sehingga ia tidak berani menyebrang. Catatan terakhir pada jurnalnya, “AKU SUDAH MENJALANI KEHIDUPAN YANG BAHAGIA DAN TERIMA KASIH TUHAN. SEMOGA TUHAN MEMBERKATI ANDA SEMUA!” Ia pun memutuskan untuk “tidur” dalam sleeping bag untuk selamanya. Tanggal 18 Agustus 1992 tercatat sebagai tanggal kematiannya. Hampir 4 bulan ia hidup sendiri di Alaska. Christoper McCandles meninggal dalam kedamaian.     

1) diresensi dari Into The Wild, ditulis oleh Jon Kraukeur


Analisis Kasus
Friksi – friksi yang terjadi di Keluarga McCandles merupakan salah satu penyebab dari mengapa Chris berprilaku seperti yang diceritakan di atas. Hubungan Chris dengan adiknya, Carine tidak mempunyai masalah. Kebohongan ayahnya lah yang semakin memperlebar hubungan Chris dan Walt. Satu faktor lagi adalah pengaruh buku – buku yang dibacanya. Chris adalah pengagum Leo Tolstoy, sastrawan Rusia. Kehidupan Tolstoy yang biasa ia ceritakan dalam novel – novelnya (misal War and Peace) banyak mempengaruhi perilaku Chris.

Kehidupan Tolstoy yang jauh dari keramaian di saat mengerjakan novel – novelnya, sosialis dan penuh tantangan tercermin dalam tingkah laku Chris. Lihat saja ketika Chris sudah melakukan petualangan dengan mobilnya semenjak SMA, bahkan dalam suatu petualangannya Chris pernah tersesat di sebuah gurun dan hampir mati. Setelah Chris lulus ia menyumbangkan tabungannya pada sebuah yayasan yang menagani orang – orang kekurangan. Hal ini sama persis yang dilakukan Tolstoy ketika ia selesai berkarya. Tolstoy berharap buku – bukunya dijual sangat murah, bahkan kalau bisa dibagikan secara gratis kepada orang – orang yang ingin membaca karya – karya sastrawan Rusia tersebut.

Kedua faktor di atas berpadu dalam konflik batin yang berkecamuk di jiwa Chris. Rasa ini terus dipendam Chris semasa kuliah yang awalnya ia sendiri tidak mau kuliah. Baru seusai Chris lulus, ia meluapkan perasaannya dengan menjalani kehidupan yang baru sebagai Alexander Si Petualang Super.

Dalam Psikoanalisa Freud, id dan ego Chris menyatu. Sedangkan superego sendiri terabaikan. Ego Chris berusaha membuat id dirinya tetap senang dan terpuaskan. Tujuan untuk hidup dan berpetualang di Alaska membuat ego nya mencatat hal – hal apa saja yang memuluskan jalannya. Namun sayang Chris kurang melihat kaidah – kaidah yang seharusnya ia pegang sehingga id dan ego nya malah membuat dirinya kehilangan arah.


”Aku ingin pergerakan yang dinamis, bukan kehidupan yang tenang” (Leo Tolstoy)


Wednesday, October 31, 2007

Reply : Impian Tak Bisa Menunggu

Reply : Impian Tak Bisa Menunggu (From Aline)

 

Salam Hormat dan salam kenal Bapak Alang Nemo! Sebelumnya mohon maaf kalau Aline salah sebut. Soalnya, sudah banyak kali Aline melakukan kesalahan dengan kasus yang sama. Itu karena Aline masih berstatus murid baru. Kalau tidak salah baru 2 bulan 13 hari. Kalau tidak salah. Hehehe... Jadi, mohon maaf yang sebesar-besarnya, ya.

Kembali ke tulisan Bapak....

Tulisan yang luar biasa. Terus terang, Aline lebih tertarik pada tulisan yang menceritakan yg konkrit daripada tulisan yag teori2 atau defenisi2... membuat saya jadi pusing. Membaca tulisan Bapak, Aline teringat sebuah buku yang ada di rak buku dalam kamar sempit saya. Sebuah buku yg ditulis oleh seorang ibu (orang sulawesi). Dalam buku itu, beliau memaparkan bagaimana cara mengenali diri dan mengenal tujuan hidup....

Oh, ya! Aline sudah lho membuat peta hidup selama 20 thn yg akan datang. Sudah 1 thn lebih Aline membuat peta itu. Ada yg tercapai, ada juga tidak. Yang tidak tercapai, saya mencoba menafsirkannya. Kenapa bisa tidak ya? Di mana kesalahan atau kelemahan saya? Begitupula sebaliknya.. .

Tetapi, kali ini, lagi-lagi Aline akan menjadi yang 'beda'... Sejujurnya, saya juga tidak memahami diri saya sendiri. Karena, di mana2 saya berada, saya selalu merasa 'asing'... Terkadang, saya juga bingung,  apa ada yg salah dengan diri saya?

Begitu pula kali ini, Pak Alang Nemo.

Kalau menurut Aline, Pak... "Mimpi itu tidak ke mana-mana. Tidak bergeser. Boleh juga dikatakan, Mimpi itu menunggu... " (tentu saja menurut saya ya, Pak)...

Pasti Bapak bertanya, kenapa bisa?

Baiklah, Pak! Aline akan mencoba mengatakannya dengan suara terbata-bata saya. Aline akan bersyukur, kalau Bapak sudi menanggapi. Karena seumur hidup ini, baru 1 orang yg sudi mengomentari tentang keasingan saya ini. Semua orang yg saya jumpai selama ini, hanya diam saja mendengarkan cerita saya. Ada juga yg tertawa kegelian. Eh, ada juga loh yang mencibir. Hehehe.... :p

............ ......... ......... ......... ......... ......... ...

Saya mengandaikan, kalau saya ini berada pada sebuah titik. Sedangkan mimpi saya berada pada sebuah titik juga. Tentu saja pada titik yg berbeda Pak ya. Tempatnya juga berbeda.

'Titik Mimpi' ... saya tidak ke mana-mana. Tetap berada pada posisinya. Yang berbeda adalah 'Titik Posisi' saya. Seberapa jauh saya melangkah, sekian pula saya membawa titik posisinya.

Seperti kata Bapak, "Di antara 100 orang, hanya 4 orang saja yang mengetahui tentang tujuan hidupnya" Dan Aline juga sependapat kalau, "keinginan beda dengan tujuan hidup/cita-cita" ...

Kalau saya tahu tujuan hidup saya, pasti yg saya fokuskan hanya 'Titik Mimpi' tadi. Tetapi, kalau saya tidak tahu titik mimpi saya, bisa saja di tengah jarak titik itu, saya membelok ke arah lain. Dan tiba pada suatu titik yang bukan titik mimpi saya.

Dan satu lagi contoh alasan Aline, Pak!

Kebetulan sekali Bapak orang Bandung. Dan kebetulan juga, Aline memasukkan nama 'Bandung' dalam peta hidup saya. Semoga suatu hari nanti, bisa berjumpa dengan Bapak Alang Nemo ya... Hahaha... :))Mimpi Kali Yeee....!!!

Andaikan Kota Bandung adalah tujuan hidup saya, sedangkan saya orang Sulawesi. Banyak cara yang bisa saya tempuh untuk sampai ke Bandung. Bisa pake mobil, bus, kereta api, kapal laut atau pesawat terbang. Kalau saya orang kaya, tentu saja saya memilih yg enak-enak saja. Yaitu, pesawat terbang. Beberapa jam boleh sampai. Tetapi, karena saya bukan orang kaya, maka alternatif yg saya pilih tinggal, mobil, bus, kereta api dan kapal laut.

Taruhlah, saya memilih Bus. Biayanya agak murah. Pasti semuanya terkejut. :O dari sulawesi ke Jawa, mana bisa sampai kalau pakai Bus. Tenag aja! Bisa kok. hehehe... ;)

Saya hanya memiliki beberapa ratus ribu uang misalnya, saya naik bus sejauh mana uang saya mencukupi. Lalu, saya akan terdampar pada sebuah tempat. Oleh karena keinginan saya sangat besar untuk ke Bandung, kota impian saya, maka saya harus mencari uang lebih dulu, baru cari bus lagi yg lain. Begitu seterusnya.. .

Tentu saja cerita yg saya bawa berbeda dengan cerita kalau saya naik pesawat terbang dengan naik bus. Kalau saya naik pesawat, yg saya ceritakan adalah seputar bandara, suasana saat pesawat ingin meninggalkan bandara, suasana dalam pesawat (dingin), bagaimana rasanya kalau berada di atas awan, bagaimana rasanya melihat benda yg berada di bawah sana? Cuma 1 macam cerita saja. Sedangkan, kalau saya naik bus, wouuw... banyak sekali cerita yg saya bawa. Banyak tempat yg saya singgahi. Bagaimana perjuangan saya mencari uang transport? Mengenal banyak karakter. Belum lagi kalau ditengah jalan, timbul keinginan untuk naik kereta api. Kan bertambah lagi ceritanya... Pokoknya banyak banget.

Ketika saya sudah sampai ke Bandung, berarti saya sudah sampai lho ke titik mimpi saya. Berarti saya juga sudah sukses kan? Dengan mudahnya saya bisa naik pesawat terbang ke Sulawesi untuk menceritakan pengalaman saya. Dan tentu saja kembali ke Bandung (kota impian saya) dan berjuang agar saya bisa bertahan hidup di Bandung

Ini ada kaitannya dengan tulisan Bapak Sismanto, " ... adakah cangkang yg terluka saja bisa menjadi mutiara?....  (maaf ya Pak, kalau kalimatnya gak sama. tapi, maksudnya sama kan?) Bisa saja yg tidak pernah terluka bisa menjadi mutiara. Tetapi, biasanya cahanya tidak akan bertahan lama. Alias cepat memudar... Biasanya..

Kalau saya naik pesawat kan enak2 saja. Tetapi, perlu diingat, tidak semua orang Bandung pernah naik pesawat. (Jangan marah ya orang Bandung! Aline benar kok. ;))... Begitupula sebaliknya. Jadi, otomatis pertanyaan tentang bus tidak akan bisa terjawab. Kan gak bisa bertahan...

Lho, apa kaitannya dengan tulisan Bapak Nemo? :-/ 

Begini, Pak! Menurut Aline, Bandungnya gak ke mana-mana. Tetap pada tempatnya. Yang tidak bisa menunggu adalah 'busnya atau pesawatnya' ... Kan ada jadwalnya. Kalau saya tidak datang 'lebih cepat' atau 'tidak tepat pada waktunya' pasti saya tertinggal. Iya kan, Pak?

Begitu pula dengan mimpi. 'Tujuan Hidup/Titik Mimpi saya gak ke mana-mana" Tetap pada posisinya. Yang tidak bisa menunggu adalah "Peluangnya/ Kesempatannya"

".... kesempatan tidak akan datang dua kali..." (Begitu kata sebagian besar orang).

Kalau Aline, Pak kalimatnya berbeda: ... "... kesempatan pertama sebaiknya kita tangkap. Karena kesempatan ke dua belum tentu kita gemgam..."

Maksudnya? :-/ Agar saya tidak ketinggalan pesawat, saya harus datang lebih cepat atau tepat waktu. Kalau tidak, pasti saya akan tertinggal. Ada 2 kemungkinan penyebab saya tertinggal. Pertama: Karena saya lalai atau saya sengaja. Misalnya, waktu penerbangan pikul 2 misalnya, pukul 1:45 saya masih tinggal di rumah enak-enak minum kopi mocca... (^_^ Mbak Novi)... Nah, ini yg namanya lalai. Salah sendiri. Kedua: Pukul 12 saya sudah berangkat dari rumah. Semuanya sudah saya siapkan. Semuanya saya sudah periksa. Termasuk ban mobil yg akan membawa saya ke bandara. Tetapi, tiba-tiba di tengah jalan, ban mobil saya meletus karena tertusuk paku. Membuat saya ketinggalan pesawat. Ini yang namanya 'takdir'... Begitu pula dengan Bus.

Tentu saja saya masih ingat, kalau penerbangan berikutnya masih ada. Yang perlu saya khawatirkan/ pikirkan  adalah kapan lagi penerbangan itu? Berapa lama lagi? Begitu pula dengan bus, yg perlu saya khawatirkan adalah, jangan sampai bus berikutnya terhalang sesuatu. Misalnya, tiba-tiba jembatan rusak. Berapa lama waktu saya harus menunggu? Jangan-jangan ajal saya sudah menjemput, jempatan belum selesai dibangun. Sedangkan saya belum tiba ke Bandung. Tidak jadi deh ke kota impain saya... :(

Begitu pula dengan kesempatan/peluang. Kesempatan pertama, sebaiknya saya tangkap baik-baik. Pergunakan secepat mungkin. Karena kesempatan kedua belum tentu saya bisa gemgam.

Misalkan, saya seorang suami dari seorang istri. Sudah bertahun-tahun saya memimpikan untuk mendirikan sebuah warung bakso. Dan hari ini, saya akan mewujudkan impian saya. Uang sudah cukup di tanganku. Tinggal membeli barang-barang yg diperlukan. Tetapi, tiba-tiba hari itu juga istri saya meninggal (karena takdir ya, Pak!)... Tidak mungkin saya membiarkan jasad istri saya membusuk. Lalu, saya mendirikan warung bakso. Gak mungkin, kan Pak?

Apa yg saya lakukan? Membatalkan niat saya untuk mendirikan warung bakso. Uang itu saya gunakan untuk membiayai pengebumian istri saya. Wah... hati saya pasti hancur berkeping-keping. Kenapa? 1). Istri yg saya cintai telah pergi meninggalkan saya. 2).Impian saya kandas di tengah jalan. 3) ...."....Kesempatan tidak akan datang dua kali...."

Wah... karena tidak ada harapan lagi, lebih baik saya bunuh diri deh. Kan bisa barabe... hehehe....

Aduh, Bapak Alang Nemo! Sudah kelewat panjang nih cerita bus, pesawat dan baksonya. Kalau Aline salah, tolong dibenarkan ya, Pak! Seperti kata Bapakku, "Yang tidak pass, dipasskan. Yang bengkok, diluruskan" 

Alangkah bersyukurnya Aline kalau bapak sudi menanggapi. Aline cuma seorang murid biasa. Gadis pembelajar. Dan Bapak saya pernah berkata, "... Kita bisa belajar dari mana saja. Dari siapa saja. Dan kapan saja." Dan Aline juga teringat kata penulis favourite, "...Kita terlahir sebagai manusia pembelajar.. . " (Andreas Harefa)... Jadi, mohon tutunannya ya, Bapak Alang Nemo!

Terimakasih yg sebesar-besarnya. Dan beribu-ribu mohon maaf yg saya ucapkan.

Salam Hormat,

Aline (yang malu-maluin)

NB: ....".... Lebih baik malu-maluin daripada tidak punya malu... " kata Bapak Sismanto...Hehehe. . 

 

Monday, October 29, 2007

Impian Tak Bisa Menunggu

Ada sebuah film yang cukup bagus dan menginspirasi yang sebaiknya kita tonton. Judulnya The Rookie. Kebetulan beberapa waktu yang lalu saya menonton film tersebut. Begini ceritanya:

Keluarga Morris harus pindah ke sebuah kota di kawasan batar Texas, yaitu Big Lake. Sementara itu sang anak Jim Morris masih mempunyai setengah musim pertandingan bisbol di Liga Kecil. Namun apa daya, Jimmy harus merelakan mimpi – mimpi yang sedang ia rajut bersama bisbol, menjadi seorang Pitcher handal dan profesional karena kata ayahnya di Texas tidak ada bisbol, disana hanya ada football dan kilang minyak.

Hingga dewasa, Jim Morris menghabiskan waktu sebagai guru IPA dan melatih bisbol tim sekolahnya, Owls. Kadang setiap malam ia pergi ke lapangan hanya untuk melempar bola beberapa kali.

Owls berhasil menembus kejuaraan negara bagian, walau disana mereka kalah, tapi mimpi anak – anak Texas dan Jim Morris berhasil diwujudkan. Padahal mereka adalah tim yang awalnya selalu kalah dan hanya memenangkan beberapa pertandingan saja untuk kejuaraan wilayah. Setelah menangani Owls ini, Jim berencana pindah ke Fort Worth, dimana ia akan mendapat gaji yang lebih besar daripada di sekolahnya dulu. Disela – sela itu Jim mencoba mengikuti training untuk mencoba bermain kembali di Liga Kecil seperti yang dilakukannya 15 tahun yang lalu. Hasilnya ia bisa bermain untuk sebuah klub bernama Durham Bulls.

Jim Morris tidak menyadari lemparan bolanya mempunyai kecepatan 98 mil / jam. Ia hanya tahu kalau ketika dulu ia melempar dengan kecepatan 86 mil / jam. Ia sering memotivasi anak – anak Owls untuk pebisbol hebat, namun kata mereka dirinya sendiri tidak mengikuti impiannya.

Bermain di Liga Kecil tidak mencukupi kehidupan ayah dengan tiga anaknya ini. Maka Jim berencana untuk menerima tawaran bekerja di Forth Worth dan siap pindah dua minggu lagi. Ketika ia akan mengakhiri bisbolnya di Liga Kecil, manajer Durham Bulls mengatakan bahwa ada klub dari Liga Besar yang membutuhkan tenaga Jim Morris. Itu artinya ia akan bermain di Liga Besar Profesional!

”Ternyata aku terlalu banyak membiarkan waktu berlalu,” begitu kata sang ayah di akhir debut perdana Jim di Liga Besar. Jim pun mengiyakan hal itu. Namun mimpi itu belum terlambat untuk diwujudkan selama kita menginginkan cita – cita kita terwujud.

Ada tiga hal yang tak pernah kita dapatkan kembali. Pertama adalah kata yang telah terucap dari mulut kita. Kedua adalah waktu yang telah berlalu. Dan yang ketiga adalah kesempatan yang terabaikan.

Kesempatan merupakan hal yang sering kita temui sehari – hari. Penawaran beasiswa kepada para mahasiswa merupakan kesempatan yang sayang untuk dilewatkan. Begitu juga peluang mendapatkan pekerjaan di berbagai perusahaan besar yang sering kali kita temui dalam ajang carier expo. Sayangnya dalam berbagai kesempatan yang ditawarkan kepada kita, terabaikan begitu saja. Entah hal itu terjadi karena faktor tidak sengaja atau sengaja. Jika karena kesengajaan berarti peluang itu tidak cocok dengan apa yang kita impikan. Jadi, kita memilih kesempatan yang akan menuju diri kita menggapai impian atau cita – cita. Tetapi jika karena ketidaksengajaan ?

Dalam mencapai impian pastinya tidak terlepas dari peluang dan hambatan yang akan ditemui. Ini adalah hukum alam yang tidak bisa ditolak. Peluang merupakan a chance (kesempatan) dan hambatan adalah ancaman yang akan memperlambat bahkan menghalangi perjalanan kita menggapai impian.

Semua orang punya keinginan, tapi tidak semuanya mempunyai impian. Karena impian memiliki kaitan erat dengan tujuan hidup. Dan tidak semua orang memiliki tujuan hidup. Salah satu fakta tertulis dalam sebuah buku yang berjudul Piece of Mind. Hanya 4 % yang mempunyai tujuan hidup. Ini berarti jika ada 100 orang disebuah daerah maka hanya ada 4 orang yang tahu apa tujuan hidupnya.

Bagaimana kita mengetahui tujuan hidup kita? Mudahnya adalah dengan menjawab 3 pertanyaan dasar tentang diri kita. Pertama adalah darimana kita? Kedua, siapa kita? Dan yang terakhir, mau kemana kita? Jika pertanyaan tersebut bisa dijawab, maka dengan sendirinya kita tahu tujuan hidup kita.

Seseorang yang sudah memiliki impiannya pasti tidak ingin menunggu lama hal itu terwujud. Ia ingin segera mewujudkannya, walaupun dengan berbagai resiko yang akan dihadapinya. Salah satu contohnya adalah pemilik Ayam Bakar Wong Solo. Puspo Wardoyo, walaupun background seorang guru melekat di dirinya, namun ia tetap bekerja keras demi memenuhi bisnis ayam bakarnya. Mulai diusir dari tempat jualannya sampai penolakan dari lingkungan keluarga pihak istrinya. Toh, akhirnya dengan perjuangan yang keras dan diimbangi dengan doa, ayam bakarnya laris manis.

Kunci sukses dari contoh diatas adalah action (tindakan). Orang yang bermimpi menginginkan sesuatu tanpa adanya tindakan yang menyertainya sama saja dengan seekor ayam betina yang tidak mengerami telurnya. Telurnya tidak berbuah anak ayam dan hanya menjadi santapan manusia sehari – hari. Ada sebuah rumus yang akan menggerakkan menuju impian kita. Formulanya adalah 2W+MIS. Apa itu 2W+MIS?

Rincian formula tersebut sebagai berikut :

  1. What is my dream?

Apa impian kita?

  1. Write my dream

Tuliskan impian kita. Bisa ditulis di buku harian atau dream book.

  1. Mind Mapping

Buatlah peta menuju impian tersebut. Dari sana kita bisa tahu bagaimana caranya mewujudkan impian kita.

  1. Incantation

Salah seorang yang sering menggunakan incantation adalah Muhammad Ali. Incantation adalah self talk dengan menggunakan emosi sehingga menghasilkan motion (gerakan).

  1. Say, yes I can do it!

Yakinlah bahwa kita bisa mewujudkan impian tersebut.

Mungkin kesempatan bisa datang 2 kali, namun tidak banyak hal itu terjadi. Pepatah sendiri mengatakan, ”Kesempatan tidak datang dua kali.” Maka ambillah kesempatan yang datang dengan sebaik mungkin seperti elang yang langsung melesat cepat begitu melihat mangsanya di bumi.

Dan yakinlah bahwa impian tidak bisa menunggu. Jim Morris hampir saja kehilangan impiannya bermain di Liga Bisbol Profesional seandainya ia menerima pekerjaan di Fort Worth. Sebelumnya ia sudah menyianyiakan kesempatan dan potensinya sedari kecil. Ya, impian tidak bisa menunggu.

Rumahku Rumah Impian

Kubangun dengan mimpi – mimpi

Bandung, 16 Mei 2007

Tulisan ini menjadi pemenang dalam Lomba Essay "Reach Your Dream" Manajemen Festival Universitas Padjajaran, Mei 2007

Tuesday, October 23, 2007

Sesat… Sesat… Ada Aliran Sesat!

Maka (Zat yang demikian) Itulah Allah Tuhan kamu yang Sebenarnya; Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)? (QS. Yunus: 32)

Di penghujung Ramadhan 1428 H kali ini, masyarakat Indonesia kembali dikejutkan oleh sejumlah berita tentang berkembangnya aliran – aliran sesat1) yang mengatasnamakan Islam. Mereka diberitakan menafsirkan2) Al – Qur’an sendiri tanpa ulama.

Masyarakat pun menjadi resah. Orang – orang yang ingin belajar islam pun menjadi takut. Tidak sedikit dari para orang tua melarang anaknya untuk ikut kajian – kajian keislaman, mewanti – wanti barangkali putra – putri mereka ikut islam radikal3).

Ada apa sebenarnya dengan islam yang ada di Indonesia? Terlepas dari aliran – aliran sesat tersebut, perayaan Idul Fitri tahun ini pun ada 4 versi? Akhirnya pluralitas yang diusung oleh para aktivis islam liberal mendapat sambutan meriah di kalangan masyarakat.

Dari berbagai fenomena – fenomena yang ada di Indonesia, sudah sepantasnya kita seorang muslim mengembalikan segala sesuatunya kepada Quran dan Sunnah, karena kedua warisan Rasulullah tersebut lah yang wajib kita jadikan pedoman dan petunjuk hidup (aplikasi kehidupan). Seperti dalam surat Al – Baqarah ayat 2: Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (QS. Al – Baqarah: 2)

Artinya, dari berbagai paparan di atas kita bisa mengetahui sesuatu yang benar, pasti bersumber dari Allah. Banyak paham – paham buatan manusia yang sumbernya dari Allah, sebut saja aliran – aliran dalam filsafat, psikologi, hukum, kapitalisme bahkan paham – paham islam pun ada yang demikian.  

Padahal islam sendiri satu. Landasannya adalah tauhid, aturannya adalah Quran dan hadist juga ijtihad (tentunya tetap berumber pada dua hal yang disebutkan lebih dulu), dan berkepemimpinan islam seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Itulah islam yang murni (dien islam) yang dibawa Rasulullah.

Aneh jika kita sendiri orang muslim tidak berislam seperti yang dicontohkan dan yang diseru oleh Rasul. Karena selain apa yang diseru oleh allah dan Rasul-Nya adalah kebatilan: (Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah Karena Sesungguhnya Allah, dialah (Tuhan) yang Haq dan Sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, Itulah yang batil, dan Sesungguhnya Allah, dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar. (QS. Al – Hajj: 62)

Kembali pada paham – paham sesat, kita jangan dulu mengatakan bahwa ”itu” atau ”ini” adalah aliran sesat. Perlu adanya cek dan ricek terlebih dahulu bahkan membedahnya sekalian (seperti melihat sejarahnya, dll). Karena jika tidak akan menimbulkan fitnah dari ghibah yang asal – asalan yang tak bersumber tersebut. Bisa saja kita mengatakan ”ini” ”itu” sesat, tapi tidak kita sadari ternyata diri kita sendirilah lah yang berada dalam kesesatan akibat tipu daya orang – orang yang sengaja merusak islam, seperti halnya yang dilakukan orang – orang Quraisy terhadap Rasulullah.


1) aliran atau paham yang tidak bersumber dari Al – Quran. Di Indonesia sendiri ada beberapa seperti Lemkari (LDII) dan NII KW9, dua aliran ini buatan badan intelijen nasional RI (Pemerintah), Jaringan Islam Liberal (JIL) juga termasuk di dalamnya,

2) menafsirkan Qur’an bisa ayat dengan ayat, ayat dengan hadist dan disertai asbabun nuzulnya,

3) radikal berasal dari kata radix: akar, islam radikal berarti ajaran islam yang sampai ke akar – akarnya. Masyarakat awam banyak yang terhasut, bahwa islam radikal itu keras, padahal dari segi makna tidak seperti itu.


Wednesday, October 3, 2007

Ramadhan, untuk Siapa?

Ramadhan datang,

menghampiri orang – orang

dalam sebulan

untuk menunaikan kewajiban

Ataukah... kebiasaan?

 

Sop buah, kolak, candil dan berbagai menu pembuka puasa disajikan berjejer oleh para penjualnya. Selintas kemudian beberapa orang menyerbu sejumlah jajanan tersebut. Pedagang tersebut untung. Ramadhan memang bulan penuh berkah.

Fenomena di atas sering kita jumpai di setiap sore di bulan Ramadhan. Hampir setiap orang keluar pada sore hari untuk ”ngabuburit” menjelang buka puasa dan menyiapkan beberapa lembar ribuan untuk dibelikan sop buah, kolak atau candil. Sehingga tidak heran jika sepanjang jalan dimana makanan – makanan tersebut dijual, sore hari jalanan penuh dengan manusia – manusia yang sedang menanti adzan mahgrib dengan begitu bersemangat.

Ada cerita menarik sehari menjelang bulan Ramadhan tahun ini. Ketika itu saya dan teman saya sedang meluncur dengan sebuah Katana mungil menuju Antapani selepas maghrib. Di pertigaan Katamso, jalanan mulai macet, penuh sesak dengan berbagai kendaraan yang entah mau kemana. Saya kemudian menyeletuk, ”Wah mau taraweh nih.” Kemacetan belum reda sesampainya di Ahmad Yani, bahkan di Terusan Jakarta pun demikian. Semangat Ramadhan sepertinya membakar penduduk Bandung untuk bisa melaksanakan ibadah secara maksimal. Ketika kendaraan yang kami tumpangi berbelok ke kanan denga jarum speedometer masih belum bergerak naik, masih pada tempatnya. Mobil berbelok lagi ke arah kiri. Dari kejauhan nampak mobil – mobil di depan kami sedang mengantre parkir pada suatu tempat. ”Oh... tarawehnya di supermarket toh,” saya dan teman saya hanya tertawa geli.

Satu lagi fenomena yang sering kita jumpai di bulan Ramadhan adalah kejadian yang saya alami tersebut. Lihat juga ketika para perempuan mendadak menjadi ”akhwat”. Terlepas dari berbagai fenomena yang hadir di bulan Ramadhan, pernahkah kita memikirkan dan mencari jawaban tentang eksistensi Ramadhan itu sendiri?

      Di bulan Ramadhan kita semua diwajibkan melaksanakan puasa. Menahan lapar dan dahaga juga hawa nafsu yang terpenting. Hal itu sudah jelas tertulis dalam surat Al – Baqarah ayat 183 :

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Al – Baqarah : 183)

Siapakah orang – orang yang beriman yang dimaksudkan Allah dalam ayat tersebut?

Iman berarti memahami sesuatu dalam hati, mengiyakan dalam ucapan dan melaksanakan dalam perbuatan. Artinya ketika kita beriman pada Allah, kita memahami bahwa Allah lah satu – satunya dzat yang wajib disembah, mengatakan syahadah sebagai bukti lisan dan melaksanakan aturan dan hukum Allah secara keseluruhan. Orang – orang yang beriman inilah yang dikatakan Allah yang diseru untuk melaksanakan shaum di bulan Ramadhan agar mereka bertakwa (bertambah ketakwaannya).

Ramadhan hadir untuk mengintrospeksi kita. Ramadhan hadir untuk menegur kita. Dan Ramadhan hadir bagi mereka yang ”benar – benar” mengimani islam sebagai dien secara keseluruhan agar ketakwaannya bertambah. Hingga saatnya kita kembali ke fitrah, manusia yang mempunyai naluri kembali ke tauhid yang murni, seperti firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 30 :

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Ar-Rum : 30)

Idul Fitri berarti kembali ke tauhid. Kembali ke dien Allah yang murni. Tapi kebanyakan orang tidak mengetahui. Entah kenapa... mungkin orang – orang tersebut melaksanakan puasa Ramadhan karena tradisi kebiasaan belaka.

Ramadhan, untuk siapa?