Wednesday, March 28, 2012

Validitas & Reliabilitas Cinta

Kuliah Cinta 6: Validitas & Reliabilitas Cinta

Sore dingin bersenandung bersama gerimis air yang jatuh. Tik-tik-tik, ia membasahi dan menggenangi jalanan yang berlubang. Ia pun membasahi rambut dan kepala para pejalan kaki--termasuk saya ketika itu.

Lihatlah air, molekul yang terdiri dari hidogen dan oksigen itu memiliki sifat sederhana. Ia menggenangi jalanan, membasahi rambut, atau membentuk segiempat pada wadah kotak. Ya, ia selalu menempati ruang di mana ia berada. Fleksibel dan sederhana.

Dan sederhana dekat dengan ketulusan. Lihatlah begitu tulusnya kohesi antara hidogen dan oksigen membentuk molekul cinta yang menenangkan serta menyejukkan hati manusia sesaat sebelum menghadap Sang Maha. Tetesannya dalam wudhu menyentuh puluhan titik relaksasi dalam tubuh. Sejuk, tenang, dan menyegarkan sebagai awal kita bisa bertemu dengan-Nya. Bukan dengan dendam, dengki, atau sombong.

Luar biasa, kita bisa belajar banyak dari air yang mewujud dalam ketulusan. Dan tahukah, bahwa hanya dengan ketulusan kita bisa melihat cinta itu valid. Maka kita dapat mengukur cinta kita kepada pasangan atau anak-anak kita dengan seberapa besar ketulusan itu. Dari sederhana menjadi ketulusan. Dan ketulusan bertranformasi pada keikhlasan.

Ikhlas berfokus pada satu. Itulah mengapa agama menjadi sebuah syarat utama dalam memilih partner hidup. Sebagai contoh kita bisa melihat teladan kita. Siapakah istri ketiganya? Tidak seperti ibunda Khadijah yang kaya, tidak pula seperti Aisyah yang cantik dan masih muda. Namun, ia adalah seorang wanita yang lebih tua dari Rasulullah Saw, memiliki beberapa anak, tidak secantik Aisyah atau sekaya Khadijah.

Itulah validitas cinta. Dan ketika ketulusan serta keikhlasan yang membuat cinta itu valid, maka otomatis, cinta pun akan memliki realibilitas yang bukan hanya tinggi, tapi sempurna. Sempurna tak akan pernah lekang oleh waktu, seperti cintanya Muhammad Rasulullah Saw. kepada umatnya: Ummati... Ummati...


From this moment on, 29 Maret 2012

Duddy Fachrudin

Tuesday, March 27, 2012

Rihlah Penuh Cinta

Kuliah Cinta 5: Bagaimana meningkatkan rasa cinta?

Subhanallah... beberapa hari yang lalu saya bertualang meniti bebatuan dalam eloknya riak sungai. Menaiki jembatan bambu yang bergoyang menggerus keseimbangan. Suara alam, jangkrik, atau burung begitu terdengar merdu. Sementara cahaya matahari yang menyembul malu-malu dari balik pohon-pohon rimba.


Sampainya di tujuan setelah menempuh perjalanan panjang, terlihat sebuah keluarga: Abi, Ummi, dan 2 anaknya. Yang satu sekitar 7 tahun, satunya lagi yang dalam dekapan hangat Umminya, masih sekitar 2 tahun. Mereka menapaki jalur naik-turun yang sama dengan saya! Mereka tersenyum bahagia, dan mungkin juga sesekali bertahmid memuji keagungan karya cipta-Nya. Ketika meniti jembatan bergoyang itu, terpancar sinergi dan kolaborasi cinta agar tidak terjatuh.

Memang benar dalam Islam, bahwa salah satu memperkuat ikatan dan rasa cinta adalah dengan berjalan jauh bersama. Ketika rihlah penuh cinta, moment-moment indah akan bersemayam di hipokampusnya masing-masing. Emosi bahagia tumpah ruah ke sekujur tubuh yang lelah. Saya belajar dari keluarga itu, keluarga yang terlihat sederhana. Saat keluarga lain menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan, mereka dengan senyum dan tawa melakukan petualangan.

Rasa cinta kepada pasangan atau anak-anak akan semakin meningkat. Abi dengan Ummi, Abi Ummi dengan anak-anaknya, serta sebaliknya. Kelak suatu hari di masa depan, sang anak akan bertutur kisah bahagia saat mereka mendaki rimba dengan Abi Umminya tercinta. "Inilah perjalanan kita, perjalanan cinta," begitu mereka mengakhiri kisahnya.


From this moment on, 26 Maret 2012

Duddy Fachrudin

Sunday, March 25, 2012

Kuliah Cinta

Kuliah Cinta 4: Bagaimana dengan cinta yang memaksa?

Allah tak pernah memaksa kita untuk memasuki Islam. Maka untuk apa kita memaksa cinta menjadi milik kita. Posesif, "Kau milikku, aku tak rela kau dengan orang lain" terucap sebelum adanya ikatan. Pantaskah?

Sebelum adanya ikatan saja sudah mengatakan hal seperti itu, bagaimana jika sudah berkomitmen? Semuanya akan diatur oleh oleh Si Posesif, sang belahan jiwa diperlakukan bagaikan robot yang harus melayaninya.

Lalu jika cinta yang seperti ini, apa bedanya dengan cintanya hewan, yang hanya bermodalkan hawa nafsu. Itulah mengapa Allah menciptakan bukan hanya batang otak dan sistem limbik, tapi juga korteks sebagai fungsi luhur manusia. Karena manusia berbeda, makhluk yang agung yang dapat memaknai serta memahami cinta dengan bijak. Ijinkan korteks kita yang terdiri dari lobus occipital, temporal, parietal, dan frontal mengambil alih cinta dengan penuh kebijaksanaan.

Jika cinta tidak memaksa, entah apakah itu sebelum adanya ikatan atau setelah janji terpatri, kita menganggap dia bukan milik kita, tapi milik-Nya. Dan tugas kita hanya menjaganya, menemaninya, hingga ujung waktunya. Sehingga pada suatu masa yang indah, cinta itu akan dipertemukan lagi oleh-Nya. Tentu saja di surga.


From this moment on, 25 Maret 2012

Duddy Fachrudin

Saturday, March 24, 2012

From This Moment Part. II

(Postingan Sebelumnya):

Sang Julie pun tetap hidup dengan gelar baru dibelakang namanya: Sophian. Ya, Widyawati Sophian. Karena feniletilamine, yang berfungsi menjaga kesetiaan pada satu cinta. AHA! Satu cinta, lalu kenapa kita menginginkan lebih?



Masih tentang cinta. Ya, lalu kenapa kita menginginkan lebih? Padahal Allah saja cinta-Nya satu: kepada makhluk-Nya. Lihatlah bagaimana Rahman dan Rahim-Nya begitu menyinari bumi. Ia lembut bagaikan bulir air yang menyapa dedaunan hijau, tergolek, menggelayut elok pada tubuhnya. Rahman dan Rahim-Nya pula yang membuat kita merasakan nikmatnya hidup dari rizki yang diberikan oleh-Nya.

Namun, sayang kita sering lupa dengan cinta-Nya. Kita dengan seenaknya "berselingkuh". Komitmen yang kita ucapkan minimal 9 kali sehari sering dilanggar secara sadar maupun tidak sadar. Kita sering menduakan-Nya lewat harta, tahta, manusia, aktivitas, disamping berhala yang dilakukan kaum Jahiliyah dulu.

Hidup pun gundah gulana. Rasa sesal di dada. Wajar karena perselingkuhan membuat ketidakseimbangan dalam tubuh manusia. Ini mengikuti kaidah entropi. Oleh karenanya, kita harus membuat entropi dalam diri kita menjadi nol. Bagaimana caranya? Tentu saja dengan 1 cinta. Dengan begini, hukum Termodinamika yang ke-3 itu benar-benar berlaku, dan bahkan dapat menciptakan suatu sistem yang positif.

1 cinta, bernama kesetiaan. Setelah itu kita dapat berkata dengan tenang, Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un: sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jualah kami kembali.


From this moment on, 24 Maret 2012

Duddy Fachrudin

Thursday, March 22, 2012

From This Moment

"From this moment" adalah ungkapan rasa yang paling indah ketika kita mengalami pengalaman yang tidak pernah terlupakan dalam hidup sehingga dapat memicu reaksi-reaksi kimiawi dalam tubuh kita yang kemudian memunculkan senyawa-senyawa dopamin, adrenalin (norepinefrin), feniletilamine, serotonin, oksitosin, vasopresin, dan juga enkefalin (endorfin).

Rasakanlah saat kita jatuh cinta: mungkin tubuh kita memproduksi adrenalin yang membuat kita deg-degan ketika bertemu pujaan hati atau mungkin sebaliknya endorfin yang memberi ketenangan. Namun yang jelas cinta membuat seseorang lebih bersemangat untuk hidup. dan ketika kita kehilangan sang cinta, hidup terasa sepi dan hampa. Dopamin dan serotonin sebagai motivator dalam diri kita tak ada lagi, sehingga kita terbelenggu dalam kemurungan dan depresi.

Hidup seakan berakhir karena cinta telah pergi, sehingga Romeo menembak dirinya, ketika melihat Juliet tak sadarkan diri. Emosi mengalahkan kebijaksanaan yang terletak pada lobus frontalis-nya. "Aku ingin menemanimu kapanpun dan dimanapun, serta dalam kondisi apapun", mungkin itulah yang terucap dalam hati Romeo, dan mungkin karena pengaruh luapan kesetiaan pada feniletilamine.

Namun saya belajar pada sang Julie Widyawati. Memang, saat sang cinta pergi, ia tak kuasa untuk terus berdiam diri. Murung dan sepi, berhari-hari. Namun setelah itu prefrontal korteksnya mengambil alih emosi. "Bukankah saya harus hidup?" Nucleus Caudatus-nya serentak aktif.

Sang Julie pun tetap hidup dengan gelar baru dibelakang namanya: Sophian. Ya, Widyawati Sophian. Karena feniletilamine, yang berfungsi menjaga kesetiaan pada satu cinta. AHA! Satu cinta, lalu kenapa kita menginginkan lebih?


From this moment on, 15 Maret 2012

Duddy Fachrudin

Tuesday, March 13, 2012

Attachment

Michael Resnick Ph.D dalam The Journal of The American Medical Association (1997), menyatakan remaja yang merasa dicintai dan terhubung dengan orangtua mereka lebih jarang hamil di luar nikah (atau MBA), memakai narkoba, bertindak agresif & destruktif, serta bunuh diri.

Kok bisa? Tentu saja bisa, karena orangtua sibuk bekerja dan memiliki waktu yang sangat sedikit sekali untuk berinteraksi bersama anaknya. Ketika sang anak berusia remaja, rata-rata orangtua berusia 35-45 tahun di mana mereka sedang berada pada level top di tempat kerjanya atau bisnisnya.

Saya sendiri pernah menjumpai beberapa kasus-kasus seperti itu di mana orangtua memiliki waktu dengan anaknya hanya pada hari minggu. Suatu hal yang wajar jika sang anak stres dan mengalihkan masalahnya ke hal-hal negatif.

Pada situasi seperti ini bukan jalan-jalan ke Bali atau Singapura yang dibutuhkan anak. Namun attachment yang sehat serta penuh kasing sayang dan cinta yang diharapkan diberikan ayah-bundanya. Ia rindu akan oksitosin, atau hormon cinta yang dikeluarkan sang bunda saat dirinya lahir ke dunia. Ia pun rindu akan cinta sang ayah yang dibalut dengan pesona diamnya, seperti ayah Ikal--ayah juara satu sedunia.


Maka jika orangtua sibuk, siapa yang kelak melantunkan ayat-ayat-Nya serta mendongengkan kisah-kisah para nabi & sahabat Rasululullah?


Merencanakan Keluarga, 14 Maret 2012


Duddy Fachrudin

First Love

Mendengarkan "First Love" membuat perasaan kita melayang kembali ke masa-masa pertama kali jatuh cinta. Hati bergetar dan perasaan tak menentu serta harap-harap cemas merupakan sebuah respon fisiologis dari hasil penerjemahan hipotalamus yang bersinergi dengan berbagai kelenjar endokrin atas sensasi cinta yang terlihat, terdengar, dan terasa di talamus.

Sehingga tidak heran jika ketika kita pertama kali ingin mengatakan cinta pada sang pujaan hati, jantung kita berdegup sangat cepat, laju respirasi meningkat, suhu tangan menurun (dingin), tekanan darah meningkat, dan pupil melebar. Di saat seperti itu kita pun bingung apakah harus "fight" untuk menyatakan cinta atau "flight" menghindarinya untuk menenangkan diri sesaat.

Lalu Islam datang menyuruh kita untuk menyatakan cinta (meminang), disunnahkan dengan mengucap hamdalah, setelah itu bershalawat kepada Rasulullah Saw. Mengapa mengucap hamdalah? Selain disunnahkan, rasa syukur yang terucap juga mengaktifkan gelombang alpha yang membuat diri kita lebih tenang dan relaks. Dengan begitu rasa cinta yang kita ucapkan bukan kerena hawa nafsu yang berpusat pada nukleus acumben, namun kita mengucapkannya karena kita ingin mengajaknya bersama-sama menuju surga-Nya.


Asik mendengarkan First Love, 13 Maret 2012

Duddy Fachrudin (mengenang cinta pertama di kelas 5 SD)

What's Next In Future?

What's next in future? Menarik sekali mendapatkan ilmu dari sensei "Shanks" kemarin. Ketika semuanya akan terganti dengan tenaga mesin dan digitally, maka ketiadaan sentuhan manusia semakin minim. Bahkan mungkin untuk konsultasi ke dokter atau psikolog tidak perlu bertatap muka.

What's next in future? Yang jelas, selain pertumbuhan penduduk semakin meningkat, angka stres, depresi & bunuh diri pun seirama melonjak. Aktivitas ganglia basal pada otak manusia meningkat, kurang bekerjanya bagian korteks prefrontal, serta sedikit terganggunya lobus temporal, terutama yang bagian kiri.

What's next in future? Semuanya serba instan tidak mau berproses, bahkan termasuk dalam mendidik anak. Orangtua sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, sementara sang anak dititipkan ke kakek-nenek, atau pembantunya.

IPTEK akan menjadi bumerang bagi manusianya sendiri jika hal itu tidak berlandas IMTAK. Dan kunci IMTAK adalah rasa cinta yang bersemayam pada hipokampus manusia.

(Oleh-oleh perjalanan ke Sukabumi bersama sensei Tauhid Nur Azhar, Kang Emsoe, & Kang Rizal, 12 Maret 2012)