Tuesday, January 10, 2012

Catatan Seorang Mahasiswa Tua

“Di Indonesia hanya ada dua pilihan. Menjadi idealis atau apatis. Saya sudah lama memutuskan harus menjadi idealis sampai batas sejauh-jauhnya. Kadang saya takut apa jadinya saya kalau saya patah-patah…”

Kata-kata di atas Soe Hok Gie yang punya. Dia tulis 42 tahun yang lalu, tepatnya 20 Agustus 1968. Judul di atas pun terinspirasi dari artikel yang ditulis Gie dengan judul yang sama. Tapi tulisan ini bukan tentang Gie, tapi kehidupan.

Soe Hok Gie

Gara-garanya kemarin, ketika saya ngobrol-ngobrol dengan seorang Kawan yang mau wisuda. Dia mengatakan, “Buat apa kuliah? Kalo bukan buat kerja,” begitu katanya. Ah, walaupun saya tidak setuju, tapi saya menghargai pendapatnya. Bukankah dalam NLP ada yang namanya “the map is not the territory” (Mau tahu penjelasannya? Silahkan pelajari NLP).

Lain lagi dengan cerita Kang Tauhid ketika beliau lebih memilih menjadi seorang dosen dibanding dokter spesialis. Padahal beliau adalah salah seorang jenius yang berada di sekitar kita. Dan dengan menjadi dokter spesialis, beliau akan mendapat gaji ratusan juta per bulannya. Ketika beliau menceritakannya kepada saya, saya angguk-angguk setuju dengan keputusannya. Kenapa? Bayangkan kalo sekarang Kang Tauhid jadi dokter spesialis, saya mungkin tidak akan pernah ketemu dengannya. Ah, itu alasan sederhana saya. Tapi yang utama, saya setuju karena beliau punya IDEALISME.

Idealis sedikit. Minoritas Kawan. Serius! Jadi nggak banyak orang jadi idealis. Karena mereka punya pemikiran sendiri. Yang kebanyakan ke kanan, idealis ke kiri. Sementara orang-orang ke atas, dia ke bawah. Makanya banyak para ilmuwan dulu kebanyakan idealis, yang lain sekolah, dia merenung di bawah pohon.

Lalu bagaimana dengan kita? Itu terserah. Mau menjadi idealis silahkan. Atau lebih memilih seperti kebanyakan orang. Yang jelas setelah membuat keputusan harus disertai tanggung jawab. Kayak pesan paman Ben ke Peter Parker sang Spiderman, “The great power comes great responsibility”.

Sekali lagi tentang idealis. Idealis memikirkan orang, yang lain memikirkan diri sendiri. Dan inilah para idealis yang saya kagumi: Rasulullah Muhammad Saw., Umar bin Khattab, Galileo, Leo Tolstoy, Gandhi, Bunda Theresa, Soe Hok Gie, Patch Adams, dan Tauhid Nur Azhar.

Jika kalian ingin bahagia, kalian harus hidup untuk orang lain.” (Tolstoy)

 

… 20 Agustus 2010, … malam-malam mau sahur

(di sela-sela membuat materi workshop “10 PT & 1 WR”)

Duddy Fachrudin

Btw selain terinspirasi artikel dengan judul yang sama oleh Gie: kenapa judulnya "Catatan Seorang Mahasiswa Tua", karena saya menginjak tahun ke-7 kuliah saya (atau tahun ke-4 di Fakultas Psikologi). Dan insya Allah ini tahun terakhir kuliah... ya iyalah, kalo kuliah terus kapan mau fokus menolong dan meningkatkan kualitas hidup orang lain? Saya ulangi deh dan silahkan di-stabilo-in, ini sekaligus pesan buat mahasiswa psikologi lain: kalo kuliah terus kapan mau fokus menolong dan meningkatkan kualitas hidup orang lain?

6 comments: