Sunday, February 5, 2012

Catatan Seorang Hipnoterapis Bag. 3: Karena Manusia Bukanlah Tuhan

"Minta saja ampunan kepada yang kamu sembah ketika di dunia," Tuhan menjawab permohonan manusia-manusia yang ingin bertobat setelah kematiannya.

Hal di atas adalah suatu deskripsi yang bisa terjadi kepada manusia-manusia yang ingkar kepada Allah. Mereka ingin bertobat, namun tidak bisa karena waktu. Waktu untuk bertobat tidak ada lagi setelah ruh dan jasad manusia dipisahkan. Sehingga manusia-manusia seperti itu merasa menyesal atas kehidupan yang mereka jalani ketika hidupnya di dunia.

Saya tidak ingin berbicara panjang lebar lagi tentang kejadian di alam kubur. Namun saya ingin menganalogikan kisah singkat di atas dengan hal berikut:

Ada seorang suami yang memarahi istrinya karena ia merasa tidak dianggap atau dibutuhkan sebagai seorang suami oleh istrinya. Ceritanya, sang istri suka meminjam uang kepada temannya tanpa sepengetahuan sang suami. Uang yang ia pinjam itu ia gunakan untuk membeli baju serta keperluan sehari-harinya sebagai wanita yang ingin tampil cantik. Suatu hari sang suami mengetahui hal tersebut dan kemudian menganggap istrinya tidak membutuhkannya. Sang istri kemudian meminta maaf kepada suaminya, namun suaminya tersebut malah mengatakan, "Saya terima maafmu, TAPI KAMU MEMANG NGGAK BUTUH SAYA KAN?"

Kejadian tersebut rupanya membuat sang suami benar-benar marah kepada istrinya. Setiap istrinya meminta maaf, ia selalu dianggap tidak membutuhkan suaminya. Sang suami kemudian memutuskan untuk tidak menafkahinya. Kini sang istri benar-benar menderita, tapi ia juga tidak ingin berpisah. Ia tahu kesalahan yang telah diperbuatnya dan sudah minta maaf kepada suaminya. Ketika persediaan uangnya habis, ia bertanya kepada suaminya, "Pah, mamah sudah tidak punya uang lagi. Kenapa papah tidak menafkahi mamah?" Sang suami kemudian menjawab, "PINJAM SAJA KEPADA TEMANMU, BUKANKAH KAMU SUDAH TIDAK MEMBUTUHKANKU LAGI!"

Kadang sebagai manusia, kita pernah lepas kontrol marah semarah-marahnya kepada orang lain. Namun untuk kasus di atas, marah yang dilakukan sang suami adalah suatu hal yang terlalu berlebihan. Dan suatu hal yang berlebih-lebihan itu bukankah tidak bagus?

Allah menciptakan manusia dengan menyertakan sifat-sifatnya. Namun dari sifat-sifat tersebut, ada beberapa yang hanya Allah lah yang berhak memilikinya, salah satunya adalah kesombongan. Ya, hanya Allah yang berhak sombong karena Dia-lah yang memiliki segalanya. Lantas bagaimana dengan manusia? Suatu kemarahan seperti kasus di atas, adalah kemarahan yang dilandasi atas merasa hebatnya sang suami. Ia menerima maaf istrinya, namun tetap marah kepadanya, bahkan memutuskan tidak menafkahinya. Padahal konteks kemarahan tersebut hanya berhak dimiliki oleh Allah ketika orang-orang ingkar meminta taubat kepada-Nya di alam kubur.

Pertanyaannya, apakah kita sebagai manusia patut melakukan hal seperti itu? Tidak, karena manusia bukanlah Tuhan. Yang penting adalah kita bisa menjadi orang yang lebih berarti di sisi Tuhan ketika kita memaafkan kesalahan orang lain. Saya jadi teringat kata-kata Kang Agus Sofyandi ketika kuliah PAI VII (IDI), "Pesan saya ketika masih hidup di dunia adalah jangan pernah menyakiti orang lain," begitu kira-kira kalimatnya.

Semoga kita lebih bisa memaafkan daripada menyakiti orang lain.


Duddy Fachrudin -- 9 Januari 2009

No comments:

Post a Comment