Saturday, May 17, 2008

like my bike like me

Bersepeda dapat menurunkan resiko terkena penyakit akibat kurang gerak (hipokinetik), seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes, osteoporosis, lemah dan kaku otot, serta obesitas. (Bersepeda: sehat, kuat, dan nikmat)

Maraknya kendaraan bermesin menyebabkan sepeda agak terpinggirkan sebagai alat transportasi bagi manusia. Namun, hal tersebut kini tidak lagi. Kondisi bumi yang sudah semakin rusak akibat gas buangan yang ditimbulkan motor maupun mobil sangat berpengaruh terhadap kestabilan alam ini. Gerakan-gerakan “save our world” pun diteriakkan. Global warming menjadi isu terhangat tahun 2007, dan upaya-upaya pencegahannya pun dipersiapkan.

Salah satunya tentu saja bersepeda dalam menjalani aktifitas kita sehari-hari. Mau ke kantor, kuliah, sekolah, belanja bagi ibu-ibu atau sekedar jalan-jalan, sepeda menjadi sebuah solusi yang jitu mengatasi global warming ini. Ya, kita harus mulai memikirkan alam ini agar jangan sampai anak cucu kita yang mendapatkan getahnya akibat penggunaan kendaraan bermotor yang berdampak buruk pada bumi yang sedang kita pijak ini.

Saya tidak ingin berbicara lebih lanjut tentang kerusakan alam. Tapi kini saya akan bercerita tentang sepeda saya. Namanya Abe. Singkatan dari Alangbike. Sudah hampir setengah tahun ini saya bertualang dengannya. Berawal dari kebutuhan akan kendaraan yang dapat membawa saya beraktifitas sehari-hari, seperti kuliah dan berorganisasi. Lantas saya memutuskan membeli sepeda. Murah, sehat, dan bebas polusi.

Pertama, murah. Coba bandingkan berapa pengeluaran saya jika saya menggunakan sepeda dan angkutan umum. Saya memperkirakan bisa menghemat pengeluaran untuk transportasi sekitar 150-200 ribu/ bulan jika saya menggunakan sepeda. Kedua, sehat. Jelas saja tubuh menjadi terasa enak digerakkan, karena kita senantiasa bergerak. Ada sebuah penelitian yang menujukkan bahwa satu jam bersepeda (21 km/jam) dapat membakar lemak hingga sebanyak 612 kalori. Efeknya, berat dan bentuk tubuh pun menjadi ideal. Ketiga, bebas polusi. Ini dia yang paling penting. Kita harus mulai mencontoh orang-orang Eropa yang menggunakan sepeda sebagai alat transportasi. Kesadaran mereka tentang planet ini sangat tinggi. Ayo bersepeda!

Akhir April 2008, Abe mulai kelelahan membawa saya. Terbukti dari karet rem yang menipis, rantai yang bunyi “srek.. sruk..” dan pentil ban depan yang rusak. Saya kemudian memperbaikinya satu persatu.

Suatu malam saya pulang menuju kostan. Di tengah jalan saya merasakan kalau ban depan sepeda saya bocor. Lantas saya membawanya ke tukang tambal ban. Setelah diperiksa, ternyata bukan ban yang bocor, melainkan pentilnya yang rusak. Tukang tambal ban itu tidak bisa memperbaiki atau mengganti pentil yang rusak. Kejadian ini membuat saya sementara tidak memakai sepeda dulu sekaligus “istirahat” (capek loh naik sepeda) dari bersepeda. Baru seminggu kemudian saya membawanya ke bengkel motor dan sepeda tidak jauh dari kostan. Alhamdulillah, ada pentil yang bisa dipakai untuk mengganti yang rusak. Saya dan Abe pun beraksi lagi.

Masalah pentil selesai. Namun, setelah itu laju Abe pada trek menurun tidak bisa dibendung. Karet rem Abe sudah aus. Pernah suatu pagi saya berangkat kuliah dengan terburu-buru mengejar waktu agar tidak terlambat. Saya tidak mempedulikan kondisi Abe yang sudah tidak bisa di rem lagi. Ketika jalanan menurun, saya benar-benar tidak bisa menghambat lajunya. Tampak di depan kiri saya ada penjual bubur ayam dan gerobaknya dan di sebelah kanannya motor yang melaju dengan lambat. Jalanan tidak lebar. Jantung saya berdebar-debar. Adrenalin meningkat. Pikiran saya sudah menyatakan bahwa Abe akan menabrak salah satunya. Wuush… saya dan Abe sangat tipis sekali berhasil lewat di tengah-tengah keduanya. Pfuh… gila benar. Orang-orang sekitar pun pada saat itu memperhatikan saya dan Abe. Untunglah…, hati saya bersyukur.

Saya mencari jadwal yang kosong untuk mengantar Abe ke “rumah sakit” agar di servis dan diganti karet remnya untuk yang pertama kali. Bengkel-bengkel khusus sepeda sendiri hanya ada di daerah-daerah tertentu. Dan yang terdekat adalah Kosambi. Disanalah toko-toko dan bengkel sepeda bertebaran. Selasa, 13 Mei, saya memutuskan untuk mengantar Abe ke salah satu bengkel yang ada disana. “Coba aja ke Tenda Biru di Kosambi,” ujar salah seorang temanku yang juga memakai sepeda ke kampus.

Hari itu tidak terlalu panas. Saya dan Abe menuju Tenda Biru, tentunya dengan sangat hati-hati sekali. Kaki kiri saya biarkan turun menyentuh aspal agar bisa berfungsi sebagai rem. Selain itu saya juga mencari jalan yang tidak terlalu ramai, walaupun harus berputar-putar.

Sampailah di Tenda Biru. Saya langsung meminta ke “para ahli” disana untuk mengganti karet rem. Namun, ternyata setelah melalui pengecekan, salah seorang ahli mengatakan bahwa karet rem saya masih bisa bertahan satu bulan lagi. Kemudian dia mengatur posisi karet rem agar dapat berfungsi dengan baik. Tidak hanya karet rem yang diperiksa, dia juga mengecek rantai yang sudah “kering”. Akhirnya dia beri “oli” untuk rantai Abe. Bunyinya pun tidak lagi “srek… sruk...” Saya sangat memperhatikan bagaimana Abe “diobok-obok” sama ahli sepeda yang satu ini. Selesai. Saya membayar 7 ribu perak untuk servis Abe. Dan kemudian saya bisa “ngebut” lagi di jalanan.

“Diri kita ibarat sepeda, harus senantiasa di perbaiki jika sudah saatnya…” (alangnemo)

Pengalaman pertama tersebut membuat saya berhipotesis kalau Abe harus selalu di servis sekitar empat/lima bulan sekali. Lalu bagaimana dengan saya? Tak dipungkiri, sebagai manusia banyak sekali kesalahan-kesalahan yang disengaja maupun tidak dari diri saya pribadi. Malas, mudah marah, atau berbuat maksiat merupakan gejala-gejala yang menunjukkan bahwa tubuh yang saya bawa ini harus dibawa ke bengkel. Tujuannya tidak lain mengembalikan tubuh ke dalam performa yang maksimal, sehat dan bersih dari perbuatan dosa.

Sering tidak kita sadari diri kita sudah “lepas kendali”. Mata dibiarkan melihat yang bukan semestinya. Lidah berucap yang jelek. Kaki tidak melangkah ke masjid. Atau hati merasa dengki kepada orang lain. Ah, ada apa dengan tubuh kita ini?

Secepatnya lah sadar jika kita merasa mengalami hal-hal seperti itu. Jika dibiarkan, iman akan semakin turun menjauhkan kita dari Allah SWT. Banyak cara untuk menservis tubuh kita kembali menuju jalan yang lurus. Jalan yang senantiasa menuntun akhlak kita menuju akhlakul karimah.

Layaknya Abe dan pemiliknya. Sama saja. Performa lahir maupun batin diri saya tidak dipungkiri naik dan turun. Dan jika performa saya sedang turun itu berarti sudah saatnya di-charge kembali. Ya, saya atau anda pastinya sangat merasakan itu. Dan ketika menyadari hal tersebut saya harus keluar dari keterpurukan. Salah satunya dengan mendengarkan ayat-ayat Qur’an dan mentadabburinya. Dan saya merasakan perbedaannya. Pikiran dan hati terasa lebih jernih. Motivasi bertambah. Dan Allah pun sangat terasa dekat.

Nabi bersabda: setiap anak adam pasti bersalah. Yang terbaik dari orang-orang yang bersalah itu adalah yang bertaubat. (HR Tirmidzi). Ya, taubat berari kembali. Kembali menjadi seorang manusia yang siap mempersembahkan karya yang terbaik untuk kehidupannya juga orang-orang dan lingkungan di sekitarnya. Let’s make the best out of our lives!

Bagaimana dengan anda?


avonturir to my best life

15Mei’08

copyright@alangnemo, 2008

3 comments: