Tuesday, December 18, 2007

Dari Salabintana Sampai Cibodas (part # 1)

Tujuan akhir dari sebuah pendakian gunung adalah bukan mencapai puncak gunung, melainkan pulang ke rumah dengan selamat!

 

"Ngapain lama-lama tinggal di Jakarta. Mendingan naik gunung. Di gunung kita akan menguji diri dengan hidup sulit, jauh dari fasilitas enak-enak. Biasanya akan ketahuan, seseorang itu egois atau tidak. Juga dengan olahraga mendaki gunung, kita akan dekat dengan rakyat di pedalaman. Jadi selain fisik sehat, pertumbuhan jiwa juga sehat. Makanya yuk kita naik gunung. Ayo ke Semeru…”

 

Kata – kata itu diucapkan Soe Hok Gie sebelum keberangkatan menuju Puncak Mahameru 16 Desember 1969. Namun sayangnya, setelah bersimpuh di Puncak Para Dewa tersebut, Soe yang turun terakhir dari puncak bersama Idhan Lubis meninggal dunia akibat menghirup gas beracun.

 

Kematian Soe Hok Gie merupakan salah satu dari sekian banyak kecelakaan yang menimpa para pendaki gunung, baik mereka yang pemula bahkan yang sudah sering mendaki seperti Soe. Berbagai tragedi di gunung tersebut melecutkan Wanadri yang menamakan dirinya sebagai perhimpunan penempuh rimba dan pendaki gunung untuk mengadakan Sekolah Pendaki Gunung (SPG). Sejak 1973 Wanadri mengadakan SPG untuk berbagi pengetahuan bagaimana caranya agar mendaki gunung dengan aman dan nyaman.

 

Selama 8 hari (8 – 15 Juli 2007), saya termasuk dalam 41 peserta mengikuti SPG Wanadri Gede – Pangrango. Sebelum keberangkatan, kami melakukan tes kemampuan dasar, tes fisik dan tentunya tes medis. Poin ketiga ini merupakan hal yang wajib dilakukan bagi siapa saja yang akan melakukan pendakian. Berbagai perlengkapan pun harus kami siapkan seperti ransel, pakaian lapangan, perlengkapan bivak dan tidur, perlengkapan masak dan makan, perlengkapan navigasi, perlengkapan lain seperti MCK, peralatan jahit, obat – obatan pribadi dan 18 paket makanan sebagai perbekalan.

 

4 Hari di Camp Salabintana 

 

Minggu (8 Juli) jam 6 pagi kami berangkat dari Sekre Wanadri di Jl. Aceh Bandung dengan tujuan Salabintana. Sekitar 9.45 kami sampai di Pondok Halimun (± 1200 mdpl) lalu dikumpulkan dengan para peserta yang mendaftar di Jakarta dan dibagi dalam 9 kelompok. Peserta SPG yang berjumlah 41 orang sendiri berasal dari berbagai kalangan, dari mulai siswa SMA sampai bapak – bapak berumur 44 tahun, namun kebanyakan dari kami adalah mahasiswa.

 

Selama 4 hari kami dibekali berbagai materi dasar yang diperlukan bagi seorang pendaki gunung. Materi – materi tersebut mencakupi : perencanaan perjalanan, perlengkapan perbekalan, iklim medan dan penaksiran, kesehatan perjalanan dan penanganan gawat darurat, navigasi darat, pengantar ilmu survival, bootani dan zoologi praktis, tali temali, pengenalan konservasi, kesadaran lingkungan, dan manfaat hidup di alam terbuka. Para pemateri berasal dari alumni – alumni Wanadri, tim dokter Atlas  Medical Pioneer (AMP) FK Unpad dan tim pelestari Taman Nasional Gede – Pangrango.

 

Beberapa hari sebelum SPG, saya mendengar berita tentang tewasnya salah seorang pendaki di Gunung Ciremai. Dikabarkan dia tewas akibat hipotermia karena cuaca buruk pada saat itu. Kemudian saya mendapatkan informasi lagi bahwa dia hanya membawa bekal 20,000 untuk mendaki puncak Ciremai tersebut!

 

Setelah mengikuti materi dan simulasi dasar, saya yang ”masih” tergolong pemula dalam mendaki gunung sadar bahwa mendaki gunung bukan sekedar memakai kaos oblong, beralaskan sandal jepit dan bermodal beberapa buah roti dan sebotol air mineral. Bahaya subjektif dan objektif  menanti kita para pendaki dan ketika hal itu datang kita harus sudah siap mengatasinya.

 

Adzan Menggema di Surya Kencana   

 

Rabu sore, kami mulai mengaplikasikan materi yang didapat ke dalam kondisi sesungguhnya. Walau masih di Salabintana, kami membuat bivak dengan menggunakan ponco dan membuat makanan sendiri. Sebelumnya kami bermalam di barak dan makan yang disediakan oleh Wanadri. Karena saya nggak jago dalam urusan bivak, maka sayalah yang  membuat makanan. Selanjutnya, saya dan 4 teman sekelompok menyantap nasi, mie dan abon dengan nikmatnya.

 

Esok paginya kami berangkat mendaki Gunung Gede (2958 mdpl) melalui jalur Salabintana yang terkenal lebih rumit dan jarang dilalui dibanding jalur – jalur lainnya, seperti Cibodas dan Gn. Putri. Di awal pendakian kami langsung menghadapi punggungan yang cukup curam dengan diapit 2 lembahan yang mengalir sungai dibawahnya. Selama melalui trail (jalan setapak), banyak dijumpai pohon tumbang yang harus kami panjat atau merangkak dibawahnya. Di ketinggian 2100 mdpl kami beristirahat dan melakukan evaluasi perjalanan pada malam harinya.

 

Pendakian dilanjutkan dengan mencapai target Alun – alun Surya Kencana (2800 mdpl) untuk melaksanakan shalat Jum’at. Dalam perjalanan, kami tidak hanya sekedar melangkahkan kaki dan membawa ransel yang berat, tapi juga belajar menentukan posisi (resection) menggunakan peta topografi, kompas bidik, penggaris dan busur atau protactor. Hal ini penting karena banyak juga para pendaki yang tersesat dan tidak tahu posisinya dimana karena mereka tidak membawa peralatan navigasi.

 

Pukul 12.30 kami sampai di Surya Kencana. Adzan berkumandang di padang edelweiss tersebut. Teddy, teman sekelompok saya menjadi khatib dan imam untuk pelaksanaan shalat Jum’at. Pukul 14.30 kami menuju Puncak Gede. Dalam pendakian yang sejengkal lagi kami harus meninggalkan salah satu peserta cewek yang kelelahan. “Maniikk, ayo kamu bisa!,” teriak kami mendahuluinya. Terik matahari menemani nyanyian kami  menuju puncak punggungan. Kemudian beberapa orang di depan saya berteriak, “Woii sudah sampai, semangat... semangat...!”. Pukul 15.00 kami tiba di Puncak Gede. Di depan kami terhampar Kawah Ratu dan jika menggeserkan pandangan beberapa senti ke kiri terlihat Gunung Pangrango (3019 mdpl).

 

”Wow, ini luar biasaa... ini baru pertama kali!!!,” teriak Madewanti memecah langit. Sementara yang lain saling ber – tos ria, tertawa dan menyemangati Manik yang masih berjuang menggapai puncak bersama panitia. Akhirnya Manik melengkapi senyum 40 peserta yang lainnya di Puncak Gede.

 

Tapi bukankah tujuan akhir dari pendakian gunung adalah pulang ke rumah dengan selamat?  

 

Bersambung...

 

No comments:

Post a Comment