Thursday, December 13, 2007

Avonturir yang Dihargai Sebuah Novel

Avonturir yg tidak direncanakan. Sudah lama sekali semenjak perjalanan sendirian Dago – Maribaya melalui Dago Bengkok 2 tahun yg lalu. Dan kali ini rutenya pun cukup melelahkan. Tidak direncana. Ya! 12.45. Berawal dari BonBin (Kebon Binatang Taman Hewan) yg diteruskan ke Ciwalk – Padjajaran – Pasir kaliki – Stasiun Hall – Pasar Baru – Masjid Agung – Braga – Gatot Subroto - BSM. 

 

Teringat 2,5 tahun yg lalu, ketika detik – detik menjelang SPMB aku dan beberapa mahkluk gila malam – malam iseng main ke Cihampelas dan setelahnya kami nge – game di rental PS deket Unisba jam 12 malam!… Dan kini iseng – iseng aku ke toko buku Karisma di Primer Cihampelas mengingatkanku akan memoir masa lalu. Debu jalanan menerpa tubuhku. Cipaganti, dan meneruskan ke Padjajaran sembari transit di Istana Plaza Sejuknya AC membuat butiran – butiran keringat mulai mongering. Sambil ngelirik cewek – cewek SMA, beberapa SMP dan yang lagi pacaran asik menggeleot mesra pada pasangannya. Ngomomg – ngomong “Hari Gini Pacaran? Nikah Lagi…!” Lagi – lagi ini semua mengingatkanku akan masa lalu. Cinta, musik rock, basket, Hai, Lupus dan Gang super gila bernama Litjik. Gang ilegal beranggotakan Bean (Fitrah), Igo, David, Dayus, Didi, Agus, Nendri, Eka dan aku sendiri.

 

Aku semakin rindu pada masa lalu, pada seorang teman yang namanya tertera diatas ketika melewati SMAN 6 Bandung Pasir Kaliki. Disanalah Bean melanjutkan SMA – nya. Ketika kelas tiga SMP, kami semua melepas kepergian Bean ke Bandung. Entah sekarang Bean ada dimana, padahal salah satu tujuanku ke Bandung adalah mencari sosok gila tsb. Jadi kalo ada yang menemukan mahluk aneh mirip Mr Bean alias Fitrah Mahendra harap menghubungiku karena kalo nggak bakal mengacaukan negara ini dengan kekonyolan dan kelitjikannya.

 

Uhh… lagi – lagi aku mengusap keringat, walaupun sebenarnya cuaca agak mendung dan butiran – butiran hujan mulai membumi. Dengan tas ransel yang didalamnya ada Balada si Roy 2 penerbit Beranda Hikmah aku memacu Reebok – ku. Reebok yg kedua, punya bapak lagi. Kuambil di gudang rumah karena sudah tidak dipakai lagi. Sandal gunungku ilang dicuri orang biadab di Salman ketika Maghrib, sialan kan! Dan Reebok yg pertama pun raib di Masjid Al – Kautsar Sumbawa waktu shalat Ashar di hari minggu dan kebetulan kalo minggu nggak ada yang jaga, Dodol banget!

 

Roy… Sebenarnya baru sekarang aku membacanya dan hmmm… Keren! Mirip diriku, walau baru sekarang – sekarang ini aku melakukan avonturir sendiri. Dulu paling juga bareng anak – anak PA ke Tangkuban Perahu lewat Jayagiri dan sempat ke Gede – Pangrango walau didasarnya saja karena pendakian ditutup saat itu. Dan aku pun sempat menanyakan ari – ariku ketika lahir. Nggak dibuang layaknya ari – ari Roy, tapi dipendam di bawah pohon mangga dirumahku yang dulu. Jadi mitos ari – ari itu memang nggak ada. Yang mempengaruhi adalah bacaan atau buku. Bersukurlah bagi yang suka baca karena tanpa membaca, kita dekat dengan kebodohan dan kebodohan itu sangat dekat sekali dengan kemiskinan, itulah kata Tantowi Yahya. Buat para orang tua buatlah Home Library atau minimal anaknya disuapin ama bacaan atau buku yang bermutu dan jangan biarkan diproteksi terlalu ketat. Biarkan dia berkembang alami, melakukan avonturir dan ajaklah sekali – kali mengakaji islam ketika dia beranjak dewasa.

 

Tidak terasa adzan ashar menggema ketika aku berada di Stasiun Hall. Stasiun di depanku mengingatkanku akan Jogja. Waktu itu maen ke rumah pengusaha gila Purdi E. Chandra, tapi pas nyampe rumahnya eh malah renang dan maen tenis, sementara yang laen jalan – jalan ke Malioboro. Dan juga avonturirku ke Rancaekek, maen ke seorang teman (walaupun udah bapak – bapak) mengunjungi toko SWLW – nya. Toko mini tapi bagiku wah… Rame…

 

Sempat mampir ke Pasar Baru. Nggak ada yang kubeli, cuma liat – liat dan aku sempat ngeliatin lelaki bertato yang melototin cewek yang sedang liat dan tentu saja bertemu para saudagar yang menjajakan barangnya. “Sepatunya mas, bajunya, suteranya…” Nggak lama di pasar baru, lantas kemudian menyisir Otista, Dalem Kaum dan beristirahat di Masjid Agung Raya Bandung. Capek. Tapi aku merasakan senyum pada diriku. Segala penat dan bayang – bayang yang menghantuiku hilang. Brar…! Seperti halilintar yang menggelegar memecah kesunyian.

 

Berlakunya Perda K3 sejak 1 November 2006 yang dilarangnya mengamen dan mengemis membuatku miris. Siapa yang mau menolong mereka? Nampak terlihat para pengamen dan pengemis sepanjang jalanan yang kulewati. Anak – anak jalanan yang menjajakan donat dan teh botol di depan eskalator Pasar Baru bisa dijumpai dengan wajah berharap dagangannya habis hari itu juga. Sementara koruptor – koruptor brengsek nggak malu akan dirinya dan mereka yang mengais uang receh dijalanan. Itulah hidup…

 

Perutku sepertinya keroncongan. Aku sadar belum makan siang. Baru nasi kuning pagi tadi mengganjal perut ini.

 

“A tahu gejrotna sabaraha?”

 

“3000 A.”

 

Makan tahu gejrot dulu sebelum shalat ashar. Makanan kesukaanku waktu kecil. Harga seporsi 3000 yang sekarang sama dengan 300 ketika aku SD. Enak banget, apalagi kuahnya… Angin sore itu menyejukkan badanku. Ditambah siraman air wudhu dan sujud sukurku semakin membuatku bersemangat, insya Allah. Taman di depan masjid sangat ramai, air mancur menyaksikan muda – mudi yang asik bercengkrama. Yah… Lagi – lagi pacaran. Anak SMA! Bukannya pulang dan belajar malah asik pacaran. Sama kok… Tapi waktu SMA bukan pacaran yang aku lakuin, tapi mecahin kaca kelas. Praang…! Dulu waktu SMA sering banget main futsal, ampe pernah dihukum dilapangan basket.

 

Aku beranjak lagi dan berhenti di tukang majalah. “Pak, liat BOBO – nya” seruku. Mungkin saat itu si bapak bertanya – tanya, anak muda kok masih suka majalah BOBO? Udah lama sekali aku tak membacanya, mungkin ada sekitar 10 tahun. Sudah banyak yang berubah, terutama harganya sudah naik 3 kali lipat. Tapi aku membelinya juga. Yap! Disitu ada kupon lomba mengarang cerita misteri, hadiahnya lumayan. Oleh karena itu aku membelinya.

 

Kakiku semakin lelah melangkah. Rencanaku pulang lewat Braga dan naik Stasiun – Dago dari Wastu Kencana. Aku menyisir Asia – Afrika. Gedung Merdeka dan Museum Asia Afrika, sebuah tempat yang mengenalkan Indonesia di kancah Internasional kala dulu. Beberapa turis mengambil gambar ditempat itu. Sayang aku tak membawa kamera karena avonturir ini awalnya tak direncanakan sama sekali. Gedung – gedung khas Eropa menghiasi Braga. Aku sempat melihat lukisan hotel Savoy Homan dan Braga pada jaman penjajahan Belanda dulu. Indah. Seindah hatiku yang mendapatkan buku tentang kehidupan seseorang yang pernah menjadi CM (Corps Mahasiswa) jaman penjajahan dulu. Bukunya sudah menguning dan aku beli seharga 2500. Dan HP – ku bergetar saat itu.

 

“Halo, pa Duddy ada paket dari Jakarta, tapi kemaren dirumah nggak ada orang” Terdengar suara laki – laki kira – kira 30 tahun-an diujung sana.

 

“Nggak dititipin aja ke anak kosan, pa?” Seruku.

 

“Kami nggak berani, sekarang bapak bisa ambil nggak ke Gatsu 201?”

 

“Gatot Subroto? Sampe jam berapa tutupnya?”

 

“Ya, sampe jam 7 malam. Deket McD, nanti ada plang PCP.”

 

Lantas aku berpikir sejenak. Rencana pun diubah. Aku menyisir Asia Afrika, simpang lima Naripan dan Gatot Subroto. Hari sudah sore sekali. Matahari pun melambai – lambai sebagai tanda perpisahan untuk hari ini. Kuhitung nomor rumah sepanjang Gatsu.  Aku sampai. Kuterima paket itu sembari memberi nasihat kecil kepada penjaga kantor layanan antar paket tsb. Lain kali harusnya memang menelepon dahulu, barangkali aja orang yang menerima paket itu sedang tidur atau tidak mendengar ketukan pintu rumah sehingga si pengirim paket dengan mudah menganggap tuan rumahnya nggak ada.

 

Kulihat tulisan yang tertera pada bungkusan paket itu. Sama. Tulisan si pengirim paket nggak berubah semenjak SMA dulu. Dan kuraba dan aku pun menebak. The Da Peci Code. Kubuka dan Benar! Dalam hati aku bersukur ternyata avonturir ini dihargai sebuah novel gila. Kalo nggak percaya bisa diliat dari covernya.

 

Dan aku kembali berjalan. BSM beberapa meter lagi. Mall terbesar di Bandung itu dengan semboyannya yang mencirikan kelas atas. Aku hanya istirahat disitu dan sudah waktunya shalat Maghrib. Bandung Super Mall. Bagi yang suka maen ke mall, mending jangan kesini deh… Ni mall ukurannya gede banget, bikin kaki pegel aja. Memang kebanyakan yang datang kesini adalah kalangan atas untuk urusan bisnis. Jarang sekali anak – anak muda terlihat. Dan aku harus pulang. Dan… Itukan istrinya KepSep SMA dulu? Entah selintas begitu aja. Tapi aku nggak menyapanya. Dan aku pun agak ragu untuk menyapanya.

 

Aku pulang, aku ingin cepat pulang dan menuliskan ini di tuts – tuts keyboard komputerku. Tapi aku harus berjalan beberapa meter lagi hingga Kiara Condong dan dari sana naek Riung – Dago, lumayan bisa ngirit seceng daripada naek angkot dari depan BSM ke Kircon. Pukul 7 malam… Hmm avonturir yang dihargai sebuah novel…

 

 

Bandung, saat sunyi menerpa di awal tahun 2007

3 comments:

  1. hmm (^.^) itu novel dari siapa? sengaja dikirim atau pesan atau dapet hadiah? udah dibaca? ntar baca review-nya di MP teny ya! atau udah baca? :D

    ReplyDelete
  2. dari orang yang pernah ngilangin salah satu buku saya, sebagai gantinya ya tu novel...
    udah dibaca lah... sekarang ditaro di Ureshii... kalo mo pinjem disana aja (alias nyewa), hue..hue..

    ReplyDelete
  3. udah nyewa tuh. dah lama jg. di ureshii kan ada 2 da peci code. ga tau waktu itu punya siapa yg teny pinjem. yg pasti bukunya dah lecek bin kumel.

    ReplyDelete