Lakukanlah apa yang kamu cintai
Lakukanlah apa yang yang menjadi kelebihanmu
(Alang Nemo)
Pernah suatu kali teman saya yang seorang trainer berkomentar kepada diriku.
”Wah, sudah bagus sekali ini, tinggal turun gunung saja?” tukasnya dengan logat campuran Yogya – Bali.
“Masa sih mas Rama? Perasaan suaraku masih kecil saja,” tanyaku keheranan.
Penggalan dialog itu terjadi saat selesai latihan public speaking ke – 4 kalinya dengan Rama Nugraha, teman sekaligus salah seorang yang mengajariku keberanian berbicara. Ternyata pada saat itu aku belum bisa menilai kemampuanku sendiri, malah orang lain yang mengatakannya dan mengetahui diriku lebih dulu.
Setiap manusia memliki potensi yang sama, tapi dalam aplikasinya berbeda – beda. Misalnya ada ahli kedokteran, peneliti, menulis atau skill seseorang yang bermain musik. Apa pun keahlian di dunia ini sesungguhnya bisa dicapai. Kita bermimpi menjadi seorang dokter ahli bedah atau pun menjadi penulis sekaliber J.K. Rowling dengan Harry Potternya itu bisa, asalkan dilatih terus menerus. Namun, mengapa orang – orang mempunyai skill yang berbeda – beda?
Hidup adalah pilihan. Almarhum Chrisye yang sempat kuliah di arsitektur dan perhotelan akhirnya memilih kembali ke musik sebagai jalur hidupnya dengan tidak melanjutkan studinya itu. Edison lebih memilih melanjutkan pekerjannya menemukan hal – hal baru dibanding mendengarkan orang – orang yang menyebutnya gila dan tak akan berhasil. Begitu juga kita, mau menjadi apa diri kita?
Ben Affleck yang memerankan tokoh Matt tiba – tiba mempunyai kekuatan super dahsyat dalam pendengarannya setelah matanya tidak dapat melihat lagi setelah terkena cairan kimia. Ada hal yang sangat menarik disini bagi siapa pun yang pernah menonton Dare Devil. Kenapa Matt tidak mencoba menghubungi pihak rumah sakit untuk menanyakan apakah ada orang yang mendonorkan matanya?
Aku percaya bahwa kita pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan atau kekuatan dan kelemahan. Ada orang yang jago bermain sepakbola namun di sisi lain ia lemah dalam hal hitung – menghitung. Atau salah satu tokoh yang aku kagumi, ia hebat dalam menulis namun urusan teknologi komputer lain lagi.
Berdasarkan penelitian tentang psikologi positif oleh Donald O. Clifton, yang melakukan risetnya pada 2 juta pekerja, 80.000 manager, dan ribuan perusahaan dari berbagai tipe industri, akhirnya pada tahun 2001 ditemukan hal baru tentang bakat dengan 34 bakat didalamnya. Mudahnya, penelitian ini menghasilkan output tentang kelebihan dan kekurangan pada diri seseorang. Dan pada setiap perusahaan kita ketahui ada bahkan banyak posisi yang sebenarnya tidak ditempati oleh orang yang cocok. Artinya kelebihan kita miliki harus sesuai dengan profil kerja yang akan kita lakukan. Sebagai contohnya lagi, posisi humas memerlukan orang – orang yang pandai berkomunikasi. Siapapun orang yang pandai berkata – kata sangat cocok sekali dengan posisi ini. Namun pada realitanya bisa terjadi orang yang kurang bisa berkomunikasi bekerja sebagai humas atau public realition. Sehingga hasilnya pun tidak akan bagus dan efektif. Biaya pengeluaran pun bertambah untuk melakukan training karyawan, dan sebagainya.
Kenapa kita tidak mencontoh sang superhero iblis, Dare Devil? Dengan pendengaran yang sangat tajam ia pun akhirnya dapat melihat, walau melalui telinga. Dan akhirnya ia bisa memberantas kejahatan di sudut – sudut kota.
Ada satu cerita lagi untuk menutup artikel ini, yaitu tentang seorang ayah dan anak. Sang anak ketika di sekolah tidak mau belajar, ia lebih suka menggambar atau melukis. Oleh karena itu gurunya melaporkan hal itu kepada ayah si anak. Sang ayah pun kemudian berusaha mengajaknya anaknya untuk belajar dan menghentikan kebiasaan mengammbarnya. Bahkan si ayah sampai mendatangkan guru privat ke rumah untuk menyuruh si anak belajar. Namun hasilnya tetap saja, nihil. Suatu ketika ada seorang teman si ayah bertamu dan ketika menunggu si ayah ia melihat sang anak sedang asik menggambar. Ia memperhatikan dengan serius sampai gambarnya selesai dibuat.
”De, bagus sekali gambarnya? Belajar menggambar dimana?” tanya teman si ayah.
”Masa sih Om?” papar si anak heran.
Cerita tersebut mendeskripsikan kekuatan dan kelemahan si anak. Bagaimana sikap orang tua yang bijak dan arif seharusnya? Kenapa tidak mencoba menguatkan kelebihan si anak tersebut, misalnya dengan menyekolahkan ke teater – teater lukis? Hingga kelak ia akan menjadi pelukis – pelukis handal yang sangat mencintai apa yang ia lakukan.
Ketika kita menyadari memiliki power atau strength pada suatu hal dan merasa yakin bahwa hal itu akan menjadi bekal kehidupan kita kelak, maka kenapa tidak kuatkan itu saja dan mengabaikan kelemahan yang kita miliki. Analoginya ketika kita menguatkan strength kita maka otomatis kelemahan kita akan tertutupi. Otomatis.
Siapkah kita menguatkan kelebihan kita sesungguhnya dan melepas atau mengabaikan kekurangan yang kita miliki?
No comments:
Post a Comment