Rating: | ★★★★ |
Category: | Other |
(Padamu Negeri – Metro TV, 17 Mei 2007)
Menggenggam Dunia
Bukuku Hatiku...
Apa yang anda rasakan dan pikirkan setelah meyimak judul diatas? Mungkin sebagian merasa cuek dan masa bodoh, ada yang berpikir sambil berucap, “Oh... gitu,“ dan pasti ada yang mengerutkan dahi. Miris.
Jikalau saya boleh berpendapat, “That’s true dan emang kita ini paling malas yang namanya membaca.” Kenapa hal itu bisa terjadi? Ada beberapa faktor yang menyebabkan minat baca masyarakat Indonesia rendah.
Pertama, budaya yang tercipta di masyarakat kita adalah watching habbit. Hal ini sudah mengakar pada setiap individu. Maraknya tontonan – tontonan yang mengasyikkan di layar kaca menambah diri kita malas membuka lembaran – lembaran buku.
Kedua, membeli buku hanya akan membuang uang. Paradigma ini terjadi karena buku hanya sebagai komoditas konsumtif bukan sebagai investasi pengetahuan. Sehingga untuk membeli buku harus berpikir 100 kali. Coba bandingkan dengan kebutuhan perut kita. Berapa banyak yang kita keluarkan untuk masalah ini. Atau kebutuhan hiburan lainnya seperti membeli dan menyewa VCD / DVD. Untuk hal ini saya pribadi lebih baik menahan diri untuk makan yang enak dan mahal jika ada sebuah buku bagus yang harus saya beli.
Ketiga, tidak adanya fasilitas yang mendukung minat baca dalam keluarga. “Gimana mau mengenalkan jika orang tuanya saja tidak apresiatif,” tukas budayawan dan penulis buku, Arswendo Atmowiloto. Sampai saat ini hanya orang – orang tertentu saja yang sadar akan kebutuhan buku dan membaca di dalam keluarga. Simak saja keluarga para penulis, trainer, motivator atau budayawan yang buku – bukunya berjubel dan selalu dirawat bahkan tidak jarang membaca sebuah buku berkali – kali.
Harga buku mahal? Itu relatif. Sudah banyak toko buku yang mendiskon harga buku – buku yang dijual. Ajang pameran buku juga sering diadakan, bahkan dalam kurun waktu setahun ada 2 sampai 4 event seperti itu. Jika memang terasa berat untuk membeli buku cobalah untuk meminjamnya dari perpustakaan atau Rumah Buku. Banyak perpustakaan – perpustakaan yang menyediakan buku – buku berkualitas. Seperti Balai Perpustakaan Daerah, Rumah Cahaya atau Rumah Dunia.
Skill dasar pada manusia tidak terlepas dari membaca, menulis dan berbicara. Oleh karena itu, ”Orang yang rajin membaca ngomongnya pasti nggak ngawur,” imbuh Arswendo lagi. Ya dengan membaca dibarengi dengan menulis akan meningkatkan skill kita dalam komunikasi. Malah dengan aktivitas tersebut kita bisa menggenggam dunia. Banyak orang – orang yang sudah mempraktikkan, misalnya saja Hitler.
Pujangga terkenal era 45 yang hidupnya dibukukan oleh Sumandjaja dengan judul ”Aku” yang kita kenal dalam film Ada Apa Dengan Cinta, Chairil Anwar, menguasai tiga bahasa asing (Belanda, Inggris dan Jerman) walaupun ia hanya sekolah sampai SMA. Itupun tidak tamat. Ini membuktikan bahwa pembelajaran sesungguhnya adalah bukan dalam sebuah institusi. Adalah kehidupan yang mengajarkan diri kita menjadi SDM – SDM yang berkualitas. Dan kehidupan mengajarkan kepada kita untuk membaca.
kalau jaman kecil dulu..kalau ditanya hobby..banyak lo yang jawab membaca
ReplyDeletesekarang. dari seorang juri lomba penulisan bilang...
"orang lebih senang menulis, tetapi malas membaca"
nyambung nggak ya.....
ya nyambung-nyambung dikit...
ReplyDelete