Kuliah Cinta 9: Perempuan
Perempuan datang atas nama cinta
Bunda pergi karena cinta
Digenangi air racun jingga adalah wajahmu
Seperti bulan lelap tidur di hatimu
yang berdinding kelam dan kedinginan
Ada apa dengannya?
Meninggalkan hati untuk dicaci
Lalu sekali ini aku lihat karya surga dari mata seorang hawa
Ada apa dengan cinta?
Tapi aku pasti akan kembali dalam satu purnama
Untuk mempertanyakan kembali cintanya
Bukan untuknya
Bukan untuk siapa
Tapi untukku
Karena aku ingin kamu
Itu saja. . .
(Perempuan, dibacakan Rangga di "Ada Apa dengan Cinta")
Pernahkah terbesit belajar dari seorang perempuan? Tidak. Itulah yang aku pikirkan dulu. Namun kini seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia aku harus bisa mengetahui seluk beluk kaum hawa.
Yang paling mudah tentunya belajar dari ibu: sifat, karakter, perilaku wanita tercermin jelas dari ibu kita. Ibu yang lebih khawatir akan anak-anaknya, ibu juga yang menjadi orang pertama yang menolong kita saat kita sakit. Kasih sayangnya tertumpah ruah. Cintanya tak bisa diukur, karena begitu tulusnya ia menyayangi kita. Tak heran Rasulullah Saw. menyebutnya 3 kali sebelum ayah.
Yang kedua adalah istri. Bagi yang telah menikah pasti dapat merasakan perbedaan antara dia (suami) dan istrinya. Tidak mudah untuk memahami satu sama lain, karena kadang ego masing-masing dapat mengalahkannya. Sang istri mengharapkan suaminya tidak hanya bekerja, tapi juga ikut membantu mengurus anak. Sementara sang suami bersikeras tak mau membantu karena ketika tiba di rumah energi baik fisik maupun psikis sudah terkuras sehingga tak ada lagi waktu untuk menemani anak-anak. Itulah perbedaan. Oleh karenanya, kata alm. Sophan Sophian, pernikahan adalah manajemen ketidakcocokkan.
Yang ketiga dari para sahabiyah: ibunda Khadijah, Aisyah, Fathimah, dan lain-lain. Kenapa harus mereka? Belajarlah dari yang terbaik, dan yang terbaik adalah mereka yang berkualitas surga. Lihatlah Khadijah yang selalu setia menemani dan menjadi teman curhat ketika Rasulullah Saw. mengalami guncangan saat awal-awal menerima wahyu. Lihat pula bagaimana sifat cemburunya Aisyah kepada istri Rasulullah Saw. yang lain. Dan lihat juga Fathimah yang begitu anggun dan sungguh ia tidak ingin dimadu oleh Ali bin Abu Thalib.
Perempuan berbeda dengan kita laki-laki. Sebagai seorang laki-laki kita harus bisa memahaminya dari setiap kata yang terucap, dari raut wajah yang tergurat, dan dari air mata yang mengalir menuruni kedua pipinya. Dengan memahaminya, insya Allah perbedaan bukan menjadi penghalang. Justru perasaan cinta dan sayang akan semakin besar.
Begitukah?
Mungkin... karena bagiku yang penting bisa memahami perasaannya (perempuan), serta meniatkan diri untuk menjadi laki-laki yang terbaik baginya.
Dalam ending "Ada Apa dengan Cinta", kepergian Rangga untuk melanjutkan sekolah ke New York membanjiri air mata Cinta. Namun, sesungguhnya jauh-dekatnya jarak tidak akan membedakan rasa, jika kita niatkan cinta ini sebagai satu pijakan untuk meraih cinta-Nya.
Maka ijinkan setiap bulir air mata yang menetes adalah karena-Nya. Dengan begitu tak ada yang perlu kita khawatirkan. Tak ada yang perlu kita risaukan. Jalani saja dengan sederhana. Itu saja...
From this moment on, 30 April 2012
Duddy Fachrudin
Perempuan datang atas nama cinta
Bunda pergi karena cinta
Digenangi air racun jingga adalah wajahmu
Seperti bulan lelap tidur di hatimu
yang berdinding kelam dan kedinginan
Ada apa dengannya?
Meninggalkan hati untuk dicaci
Lalu sekali ini aku lihat karya surga dari mata seorang hawa
Ada apa dengan cinta?
Tapi aku pasti akan kembali dalam satu purnama
Untuk mempertanyakan kembali cintanya
Bukan untuknya
Bukan untuk siapa
Tapi untukku
Karena aku ingin kamu
Itu saja. . .
(Perempuan, dibacakan Rangga di "Ada Apa dengan Cinta")
Pernahkah terbesit belajar dari seorang perempuan? Tidak. Itulah yang aku pikirkan dulu. Namun kini seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia aku harus bisa mengetahui seluk beluk kaum hawa.
Yang paling mudah tentunya belajar dari ibu: sifat, karakter, perilaku wanita tercermin jelas dari ibu kita. Ibu yang lebih khawatir akan anak-anaknya, ibu juga yang menjadi orang pertama yang menolong kita saat kita sakit. Kasih sayangnya tertumpah ruah. Cintanya tak bisa diukur, karena begitu tulusnya ia menyayangi kita. Tak heran Rasulullah Saw. menyebutnya 3 kali sebelum ayah.
Yang kedua adalah istri. Bagi yang telah menikah pasti dapat merasakan perbedaan antara dia (suami) dan istrinya. Tidak mudah untuk memahami satu sama lain, karena kadang ego masing-masing dapat mengalahkannya. Sang istri mengharapkan suaminya tidak hanya bekerja, tapi juga ikut membantu mengurus anak. Sementara sang suami bersikeras tak mau membantu karena ketika tiba di rumah energi baik fisik maupun psikis sudah terkuras sehingga tak ada lagi waktu untuk menemani anak-anak. Itulah perbedaan. Oleh karenanya, kata alm. Sophan Sophian, pernikahan adalah manajemen ketidakcocokkan.
Yang ketiga dari para sahabiyah: ibunda Khadijah, Aisyah, Fathimah, dan lain-lain. Kenapa harus mereka? Belajarlah dari yang terbaik, dan yang terbaik adalah mereka yang berkualitas surga. Lihatlah Khadijah yang selalu setia menemani dan menjadi teman curhat ketika Rasulullah Saw. mengalami guncangan saat awal-awal menerima wahyu. Lihat pula bagaimana sifat cemburunya Aisyah kepada istri Rasulullah Saw. yang lain. Dan lihat juga Fathimah yang begitu anggun dan sungguh ia tidak ingin dimadu oleh Ali bin Abu Thalib.
Perempuan berbeda dengan kita laki-laki. Sebagai seorang laki-laki kita harus bisa memahaminya dari setiap kata yang terucap, dari raut wajah yang tergurat, dan dari air mata yang mengalir menuruni kedua pipinya. Dengan memahaminya, insya Allah perbedaan bukan menjadi penghalang. Justru perasaan cinta dan sayang akan semakin besar.
Begitukah?
Mungkin... karena bagiku yang penting bisa memahami perasaannya (perempuan), serta meniatkan diri untuk menjadi laki-laki yang terbaik baginya.
Dalam ending "Ada Apa dengan Cinta", kepergian Rangga untuk melanjutkan sekolah ke New York membanjiri air mata Cinta. Namun, sesungguhnya jauh-dekatnya jarak tidak akan membedakan rasa, jika kita niatkan cinta ini sebagai satu pijakan untuk meraih cinta-Nya.
Maka ijinkan setiap bulir air mata yang menetes adalah karena-Nya. Dengan begitu tak ada yang perlu kita khawatirkan. Tak ada yang perlu kita risaukan. Jalani saja dengan sederhana. Itu saja...
From this moment on, 30 April 2012
Duddy Fachrudin