Friday, November 21, 2008

10 Most Influential Psychologists

Psychology is a broad and varied subject. This breadth and diversity of thought can be seen by looking as some of the best known thinkers in psychology. While each theorist may have been part of an overriding school of thought, each brought a unique and individual voice and perspective to the field of psychology.

A study that appeared in the July 2002 issue of the Review of General Psychology created a ranking of the 99 most influential psychologists. The rankings were mostly based on three factors: the frequency of journal citations, introductory textbook citations, and the survey responses of 1,725 members of the American Psychological Association.

The following list provides an overview of 10 psychologists from this ranking survey. These individuals are not only some of the best-known thinkers in psychology, they also played an important role in psychology’s history and made important contributions to our understanding of human behavior.

This list is not an attempt to identify who was the most influential or which school of thought was best. Instead, this list offers a glimpse of some of the theoretical outlooks that have influenced not only psychology, but also the larger culture in which we live.


1. B. F. Skinner

In the 2002 study ranking the 99 most eminent psychologists of the 20th century, B.F. Skinner topped the list. Skinner’s staunch behaviorism made him a dominating force in psychology and therapy techniques based on his theories are still used extensively today, including behavior modification and token economies.

2. Sigmund Freud

When people think of psychology, many tend to think of Freud. His work supported the belief that not all mental illnesses have physiological causes and he also offered evidence that cultural differences have an impact on psychology and behavior. His work and writings contributed to our understanding of personality, clinical psychology, human development, and abnormal psychology.

3. Albert Bandura

Bandura’s work is considered part of the cognitive revolution in psychology that began in the late 1960s. His social learning theory stressed the importance of observational learning, imitation, and modeling. "Learning would be exceedingly laborious, not to mention hazardous, if people had to rely solely on the effects of their own actions to inform them what to do,” Bandura explained in his 1977 book Social Learning Theory.

4. Jean Piaget

Jean Piaget's work had a profound influence on psychology, especially our understanding children's intellectual development. His research contributed to the growth of developmental psychology, cognitive psychology, genetic epistemology, and education reform. Albert Einstein once described Piaget's observations on children's intellectual growth and thought processes as a discovery "so simple that only a genius could have thought of it."

5. Carl Rogers

Carl Rogers’s emphasis on human potential had an enormous influence on both psychology and education. He became one of the major humanist thinkers and an eponymous influence in therapy with his ‘Rogerian therapy.’ As described by his daughter Natalie Rogers, he was “a model for compassion and democratic ideals in his own life, and in his work as an educator, writer, and therapist.”

6. William James

Psychologist and philosopher William James is often referred to as the father of American psychology. His 1200-page text, The Principles of Psychology, became a classic on the subject and his teachings and writings helped establish psychology as a science. In addition, James contributed to functionalism, pragmatism, and influenced many students of psychology during his 35-year teaching career.

7. Erik Erikson

Erik Erikson's stage theory of psychosocial development helped create interest and research on human development through the lifespan. An ego psychologist who studied with Anna Freud, Erikson expanded psychoanalytic theory by exploring development throughout the life, including events of childhood, adulthood, and old age.

8. Ivan Pavlov

Ivan Pavlov was a Russian physiologist whose research on conditioned reflexes influenced the rise of behaviorism in psychology. Pavlov's experimental methods helped move psychology away from introspection and subjective assessments to objective measurement of behavior.

9. Kurt Lewin

Lewin is known as the father of modern social psychology because of his pioneering work that utilized scientific methods and experimentation to look as social behavior. Lewin was a seminal theorist whose enduring impact on psychology makes him one of the preeminent psychologists of the 20th-century.

10. Reader’s Choice

Following the examples of Eugene Garfield’s 1977 ranking list and Haggbloom’s 2002 ranking, the final position on this list has been left blank in order to allow “the reader’s best case for a psychologist who should have made the list” (Haggbloom, 2002).


Sumber: http://psychology.about.com/od/historyofpsychology/p/topten.htm

(Foto: Burrhus Frederic Skinner)

Tuesday, November 11, 2008

Lentera Jiwa

“I like what I do.

I do what I like.”

(Demian “Sang Ilusionis”)


Baru saja saya membaca bulletin baru di friendster dari seorang teman lama.

”I'm thinkin about movin from ITB, ni.. to IKJ, of course..

Dimana panggilan hati gw kesana..

Ada yg bisa kasih info ttg IKJ, khususnya sinematografi nya?

Urgent..

Regards,

Revlin Rivelino

 

Begitulah yang ditulis oleh Revlin, teman saya dulu ketika masih kuliah di TM (baca Teknik Perminyakan) ITB. Dia sudah merasa harus mengikuti panggilan jiwanya kini untuk melanjutkan studi di bidang Sinematografi di Institut Kesenian Jakarta, walau dia harus menunggu untuk menyelesaikan studinya dulu di ITB.

Saya hanya tersenyum-senyum atas apa yang saya lihat. Ternyata bukan hanya saya saja di TM yang memiliki panggilan jiwa seperti Revlin. Memang, hampir mahasiswa TM terus konsisten dengan apa yang mereka geluti. Mungkin itulah panggilan jiwa mereka, sehingga mereka tetap berada pada jalur studi dan pekerjaannya. Buktinya 17 dari 68 mahasiswa TM angkatan 2004 telah menyelesaikan studinya pada Juli 2008 dan melanjutkan bekerja di perusahaan minyak nasional maupun swasta. Ada juga yang melanjutkan S-2 di tempat yang sama.

Tahun 2007, saya memutuskan berhenti kuliah di TM dan memulai studi baru di bidang Psikologi. Berbagai reaksi bermunculan. Semua teman-teman satu jurusan (TM) saya kaget, orang tua marah, teman-teman organisasi heran, tapi ada juga beberapa orang yang mengerti dan mendukukung keputusan saya. Bagi saya, keputusan itu sudah merupakan suara hati yang harus saya penuhi dan tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk merealisasikannya.

Pertanyaan yang sering terlontar dari orang-orang yang tahu tentang kejadian tersebut yaitu ”kenapa?”. Kenapa saya melakukannya? Kenapa saya seberani itu untuk meninggalkan sesuatu yang dipandang hebat bagi orang lain? Kenapa saya tidak ingin mendapatkan gaji sebagai PE (Petroleum Engineer) sampai 7000 dolar sebulan? Pertanyaan-pertanyaan itu saya jawab dengan satu kalimat: saya tidak menyukainya. Saya sadar selama kuliah di TM saya tidak mencintai apa yang saya pelajari. Saya seperti mayat hidup yang tidak tahu apa yang harus saya lakukan.

Sekarang coba dengarkanlah lagu Lentera Jiwa dari Nugie. Apakah anda juga merasakan hal yang sama seperti saya ketika berada di TM ITB?     

Lentera Jiwa – Nugie

Lama sudah kumencari apa yang hendak kulakukan

Sgala titik kujelajahi tiada satu pun kumengerti

Tersesatkah aku di samudra hidupku

 

Kata-kata yang kubaca terkadang tak mudah kucerna

Bunga-bunga dan rerumputan bilakah kau tahu jawabnya

Inikah jalanku inikah takdirku

 

Kubiarkan kumengikuti suara dalam hati

Yang slalu membunyikan cinta

Kupercaya dan kuyakini murninya nurani menjadi penunjuk jalanku

Lentera jiwaku

Salah satu edisi Kick Andy yang saya sukai adalah “Lentera Jiwa” yang ditayangkan pada 29 Agustus 2008 di Metro TV. Kita bisa melihat orang-orang sukses karena mereka mencintai pekerjaannya. Demian “Sang Ilusionis” (Demian Aditya) sudah menyukai sulap sejak dia berusia 12 tahun. Walaupun dia adalah seorang Sarjana Ekonomi, tapi dia tetap bergerak dalam bidang sulap entertaining. Dan dia benar-benar menikmatinya. Kemudian ada juga Wahyu Aditya yang kegemarannya adalah menggambar. Dia saat ini menjadi salah seorang creative desainer terhebat di Indonesia. Nugie sendiri mengikuti kata hatinya untuk menjadi pemusik dengan merelakan kuliahnya yang tinggal skripsi.

Suatu hari saya diwawancarai oleh teman saya, Dehendra namanya. Dia juga mahasiswa TM angkatan 2004 yang sedang mengerjakan skripsi. Dia mewawancarai saya untuk tugas mata kuliah Kewirausahaan. 

“Dud, menurut kamu sukses itu apa?” 

“Sukses itu ketika kita mencintai apa yang kita kerjakan,” itulah jawaban saya.

Rasanya menyenangkan sekali ketika kita melakukan apa yang kita cintai. Tidak ada rasa beban dan enjoy dalam setiap detik apa yang kita kerjakan. Ketika kita merasa stres karena pekerjaan menumpuk pun rasanya benar-benar nikmat. Inilah kekuatan cinta, benar-benar luar biasa pengaruhnya bagi kita.

Apakah anda sudah membiarkan diri anda mengikuti suara hati, panggilan atau lentera jiwa anda?


Prinsip Menjadi Kaya 2

Prinsip 2: Gunakan faktor kali

Yang dimaksud faktor kali adalah sesuatu hal yang sekali kita sentuh akan berefek multiplier.

Supaya mudahnya, simak kisah berikut. Seorang pengusaha bakso yang sudah ngetop mulai membuka cabang gerai baksonya di beberapa tempat. Setelah melakukan riset pasar, ia akhirnya membuka cabang barunya tersebut. Dalam waktu yang tidak lama, gerai-gerai barunya laris manis. Kemudian ia menambah cabang lagi, sampai akhirnya membuat sistem franchise dan mem-franchise-kannya.

Dari cerita di atas, kita bisa mengetahui karakter pebisnis-pebisnis yang cerdik. Setelah usahanya mapan, mereka dengan gesit menambah yang baru dan seterusnya. Oleh karena itu pengusaha adalah orang yang kaya semakin kaya.

Btw, bagaimana dengan karyawan? Karyawan bisa menggunakan nilai tambah untuk menjadikannya semakin kaya dengan menunjukkan etos kerja yang luar biasa. Tapi ia tidak mempunyai usaha?

Karyawan yang sukes dalam sebuah perusahaan adalah karyawan yang sungguh-sungguh bekerja tidak hanya karena materi yang akan didapat. Ia akan berusaha memajukan perusahaan dengan ide / gagasan yang kemudian dituangkan untuk meningkatkan omset perusahaan. Nah dari situ kita yang karyawan bisa menggunakan prinsip ini untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya. Artinya jadilah intrapreneur, yakni karyawan yang memilki jiwa entrepreneur.

Faktor kali ini sudah harus diperhatikan jika usaha yang ditempuh seseorang sudah mulai beranjak kearah yang positif. Tentunya usaha tersebut memiliki nilai tambah yang bermanfaat bagi pengguna produk / jasa yang ditawarkan.

Ok, ada nilai tambah, ada faktor kali. Kita bersua kembali ke prinsip menjadi orang yang kaya selanjutnya.

Did You Sleep Before You Got The Dream?

Did Edison sleep before he turned on the light?

Did Marconi sleep before he turned on the radio?

Did Beethoven sleep before he wrote the 5th?

(Otto Octavius –Spiderman II)

 

Kemudian Peter Parker melanjutkannya dengan, ”Did Bernoulli sleep before he found the curves of quickest descent?”

Siapapun yang pernah menonton film Spiderman 2 pasti mendengar percakapan antara Otto Octavius dengan Peter parker ini. Ini bukan hanya dialog tentang penemu-penemu sukses di masa lalu, tapi ini adalah percakapan mengenai arti sesungguhnya dari sebuah kerja keras. Ya, ini adalah sebuah dialog yang membangkitkan saraf-saraf otak untuk memerintah kepada tubuh agar bergerak menuju impian-impian yang ingin kita raih.

Apakah Edison tidur sebelum dia menemukan lampu?

Pertanyaan itu secara tidak langsung ditanyakan kepada kita yang sedang merasa kelelahan, frustasi, bahkan putus asa dalam menggapai cita-cita. Kita patut mencontoh Thomas Alfa Edison yang melakukan eksperimen ribuan kali hingga akhirnya bisa mendapatkan apa yang dia cari. Ribuan kali! Bukan satu atau dua percobaan. Kita sendiri ketika dihadapkan hal demikian sudah merasa malas untuk melakukannya dan akhirnya menyerah sebelum berhasil.

Malas bisa menghinggapi semua manusia. Dalam kondisi malas, rasanya enggan dan berat melakukan sesuatu. Tubuh kita hanya ingin dimanja dengan kasur yang empuk, makanan yang lezat dan suguhan tontonan yang mengasikkan. Malas melupakan kita dari hal-hal yang semestinya kita lakukan. Malas pun membuat diri kita menjadi tidak produktif dalam memberikan yang terbaik bagi kehidupan kita yang satu-satunya ini. Dengan kata lain kita membuang-buang waktu hidup ini secara sia-sia. Dan malas merupakan penghambat bagi kita menuju impian-impian kita.

Apa yang Arai (Sang Pemimpi –Andrea Hirata) teriakan kepada Ikal setelah melihat sepupunya itu terjungkal ke peringkat 75 setelah berada di garda depan, urutan 3, ranking sekolahnya?

”Biar kau tahu, Kal, orang seperti kita tak punya apa-apa kecuali semangat dan mimpi-mimpi, dan kita akan bertempur habis-habisan demi mimpi-mimpi itu!! Tanpa mimpi, orang seperti kita akan mati...”

”Kita lakukan yang terbaik di sini!! Dan kita akan berkelana menjelajahi Eropa sampai Afrika!! Kita akan sekolah ke Prancis!! Kita akan menginjakkan kaki di altar suci almamater Sorbonne! Apa pun yang terjadi!!” Arai berteriak lantang membangunkan Ikal dari keterpurukannya.

Hai orang yang berkemul (berselimut), Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah, Dan perbuatan dosa tinggalkanlah, Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. Apabila ditiup sangkakala, Maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit, Bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah. (Al- Muddatsir: 1-10)

Bangun. Ayo kita bangun untuk membangun mimpi-mimpi kita!